Jual Produk Mutiara dari Lombok, Nusa Tenggara Barat

Kami menjual aneka produk berhiaskan mutiara air laut dan mutiara air tawar dengan harga murah. Kami bisa mengirimkan pesanan ke seluruh Indonesia.

Toko Online terpercaya www.iloveblue.netToko Online terpercaya www.iloveblue.net

Toko Online terpercaya www.iloveblue.netToko Online terpercaya www.iloveblue.net
Toko Online terpercaya www.iloveblue.net

Monday 14 December 2009

Tips Memeriksa Keaslian Mutiara dan Cara Perawatannya

Tips Mutiara Lombok

Cara sederhana untuk mengetahui keaslian Mutiara:

1. Digosok dipermukaan kaca
Mutiara asli tidak akan lecet / cacat tapi akan meninggalkan bekas seperti kapur dipermukaan kaca tersebut, sebaliknya Mutiara palsu akan lecet / terkelupas.
2. Digosok pada gigi bagian luar
Mutiara asli akan terasa pasir / kasar, sedangkan Mutiara palsu akan terasa licin.
3. Dengan cara dibakar
Cara ini merupakan alternatif jika kedua cara diatas masih belum meyakinkan , jika dibakar dalam waktu yang tidak terlalu lama, Mutiara asli tidak akan terbakar sedangkan Mutiara palsu akan meleleh karena berasal dari bahan plastik.
4. Dengan melihat bentuk dan warna
Mutiara asli memiliki bentuk bulat, oval & bentuk yang tidak beraturan ( Baroque) serta memiliki warna yang natural. Sedangkan Mutiara palsu identik berbentuk bulat dengan warna yang variatif dan memiliki permukaan licin, bercahaya dan memiliki berat yang ringan.

Cara perawatan

* Hindarkan Mutiara dari bahan kimia yang mengandung alkohol, seperti parfum karena akan berpengaruh pada sinar / cahaya Mutiara dan kerusakan pada kulit mutiara
* Bersihkan dengan sabun lembut / sabun bayi dan air biasa dan gosok dengan kain yang lembut, frekuensinya tergantung dari sering tidaknya Mutiara / perhiasan tersebut dipakai.
* Simpanlah dikotak penyimpanan (save deposit box)


sumber: http://www.mutiaralomboksekarbela.com/tips.html

Monday 7 December 2009

Mutiara di Wikipedia

Mutiara dari Jepang.

Mutiara adalah sejenis batu permata dalam berbagai bentuk, hasil biomineralisasi kerang dan siput anggota moluska (filum Mollusca). Mutiara alami terbentuk karena iritasi yang disebabkan oleh sesuatu yang asing yang masuk ke dalam kerang. Mekanisme pertahanan diri akibat gangguan iritasi ini menghasilkan nacre yang terkomposisi sebagian besar dari kalsium karbonat.

Walau semua kerang dan siput dianggap dapat menghasilkan mutiara, namun tidak seluruhnya menghasilkan mutiara dengan kualitas yang dapat diterima sebagai perhiasan.

Tiram mutiara

Peternakan mutiara di Seram

Tiram mutiara (Famili Pteriidae) adalah penghasil mutiara yang paling umum dibudidayakan untuk mutiaranya.

Jenis-jenis tiram mutiara ini adalah:

Sedangkan moluska penghasil mutiara di air tawar dihasilkan oleh beberapa jenis remis seperti:

Produksi Mutiara

Sekedar berbagi informasi mengenai bagaimana petani mutiara memperoleh laba dari peternakan mutiara di air tawar. Foto ini berasal dari luar negeri, saya belum berhasil mengkoleksi foto dari dalam negeri seperti di mataram, sebuah kota mutiara yang memiliki pemandangan laut yang indah.

Mutiara dihasilkan dari kerang yang dikembangbiakan di air tawar maupun air laut. Mutiara air laut biasa memiliki warna yang lebih cemerlang dan lebih kuning. Harganya relatif lebih mahal karena memang untuk mendapatkannya sangat sulit apa lagi yang berasal dari kerang laut yang benar-benar dari alam liar. Berbeda dengan mutiara air tawar, bentuknya tidak terlalu bulat, terkadang ada yang lonjong dan warnanya kurang bersinar dan lebih putih.

Mutiara air tawar juga bisa diberi pewarna agar memili warna yang indah, namun demikian bagi seseorang yang terbiasa membeli mutiara (para pengepul), perbedaan antara keduanya dapat dilihat dengan mudah secara kasat mata. Bagaimana sebetulnya perkembangan peternakan mutiara?


Mutiara air tawar dikembangbiakan


Kerang yang cukup umur dipanen untuk diambil mutiaranya


Kerang dibuka untuk diambil mutiaranya, satu kerang ternyata bisa menghasilkan banyak mutiara sekaligus


Isi kerang selanjutnya diambil seluruhnya dan dicuci dalam satu wadah


Pencucian selesai, air dibuang untuk mendapatkan mutiara


Butiran mutiara siap untuk dipasarkan ke pengepul/pedagang mutiara


Selanjutnya dilakukan proses penyortiran mutiara. Disini mutiara dikelompokkan dari sisi warna, bentuk dan ukuran. Proses penyortiran ini memiliki andil yang cukup besar bagi nilai sebuah mutiara karena mutiara yang memiliki bentuk, warna dan ukuran yang sama selanjutnya memiliki nilai jual yang lebih tinggi.


Hasil sortir mutiara yang memiliki bentuk bulat sempurna. Selanjutnya mutiara dijual dengan bentuk untian (bahan baku kalung, gelang dll) dan bentuk butiran (bahan baku cincin, mahkota dan perhiasan lain)


Mutiara dengan kualifikasi sama selanjutnya di kumpulkan dalam untaian untuk dijual dengan harga satu untai menurut bentuk, warna dan ukurannya.


Seorang pembeli/pedagang melihat bentuk mutiara dalam untaian mutiara tersebut.


Mutiara yang siap dipasarkan dalam bentuk untaian dan butiran di pasar perhiasan setempat.


Salah satu bentuk perhiasan yang menggunakan bahan baku mutiara bijian.

Baiklah sekali lagi mutiara memiliki harga yang berbeda tergantung dari jenis, bentuk, warna dan ukurannya. Mutiara air tawar memiliki harga yang lebih murah dibanding mutiara air laut. Warna keduanya berbeda. Umumnya mutiara air laut berbentuk bulat sempurna sedang mutiara air tawar tidak bisa bulat sempurna. Terkait dengan waktu pembuatan maka warna mutiara air laut dan mutiara air tawar juga berbeda.

sumber: http://klikmenurutsaya.blogspot.com/2009/04/produksi-mutiara.html

Friday 4 December 2009

Mutiara Laut Selatan, Ratunya Mutiara Dunia

Kompas/khaerul anwar

ACARA bincang-bincang tentang mutiara yang digelar di sebuah hotel berbintang lima di Jakarta, pekan lalu, cukup semarak. Para wanita yang hadir sore itu sebagian menggunakan perhiasan berunsur mutiara. Tidak kerlap-kerlip seterang berlian, tetapi cukup bercahaya.
SEPERTI dikemukakan dalam undangan dan juga diulangi oleh moderator, acara yang didahului dengan acara minum teh itu, khusus membahas tentang mutiara. Tak cuma menyangkut jenis-jenisnya, teknis pembudidayaannya di laut, nasib mutiara Indonesia, tetapi juga nilai
mutiara yang bisa menjadi selangit.

Makanya didatangkan sebagai salah seorang pembicara, AB Susanto yang selain menjadi konsultan perhiasan, juga dianggap ahli dalam investasi. Kepada undangan para nasabah kategori CitiGold tersebut, disampaikan anjuran untuk melirik mutiara sebagai benda investasi.

"Di sini, di Indonesia memang belum seperti di Eropa atau Jepang di mana mutiara dihargai sedemikian rupa. Padahal mutiara yang bagus ya dari perairan kita, cuma orang Jepang saja yang pandai seolah-olah itu berasal dari Jepang," kata Ratna Zuhry, pemilik peternakan mutiara di Sumbawa yang sore itu tampil sebagai narasumber. "Sayang sekali, sekitar 80 persen pemilik peternakan mutiara di Indonesia justru orang-orang Jepang," tambahnya.

Harga sebutir mutiara yang sampai sekian juta bahkan sampai belasan juta rupiah, menurut Ratna, bukan sesuatu yang mengada-ada. Malah, katanya, sebuah mutiara berbentuk oval harganya mencapai 250.000 dollar AS.

Istimewa

Dengan sangat bersemangat Ratna mengatakan, "Kita di Indonesia dikaruniai tempat yang luar biasa untuk pembudidayaan mutiara, tetapi untuk sementara hasil itu belum maksimal kita nikmati. Orang luar lebih banyak mengambil hasilnya, orang luar pula yang mendapat nama
baik."

Selain di Nusa Tenggara Barat, mutiara terbaik juga dibudidayakan di perairan Maluku, Sulawesi, dan Irian. South Sea Pearl atau Mutiara Laut Selatan, sebutan jenis mutiara yang paling diminati oleh dunia Internasional, berasal dari perairan Indonesia tersebut, serta sebagian lagi dari Filipina dan Australia. Berbeda dari mutiara dari Tahiti, misalnya, The Queen of the Pearls dari Indonesia warnanya putih (white) serta keemasan (golden). Sementara mutiara dari Tahiti berwarna hitam.

Beragam tingkat

Mutiara pada dasarnya bisa dinikmati hampir semua kalangan, mulai mereka yang berduit, sangat berduit, sampai mereka yang kehidupannya sederhana. Ini dimungkinkan karena ada banyak sekali kualitas mutiara.

Pilih sesuai dengan kemampuan. Namun, jika yang diinginkan bukan sekadar perhiasan, tetapi juga investasi, tentu bukan sembarang mutiara yang harus dibeli. Seperti kata AB Susanto, "Untuk investasi, yang penting bukan banyaknya mutiara, tetapi kualitasnya."

Dalam bilangan uang, ia menyebut setidaknya mutiara seharga 5.000 dollar AS (berarti berkisar Rp 45 juta) yang layak dimiliki sebagai barang investasi. Atau kalau investasi riil malah sebaiknya dua kali harga itu.

Kompas/khaerul anwar

Kebanyakan orang di Indonesia agaknya masih terpaku pada mutiara sebagai benda menarik untuk perhiasan. Beda, misalnya, dengan berlian yang sudah sangat dikenal cukup mudah untuk diperjualbelikan dengan standar umum.

Dari segi gengsi, mutiara bahkan masih tertinggal jauh dibanding berlian. Soalnya tidak semua orang mampu mempunyai berlian, sementara mutiara praktis mampu dibeli oleh hampir semua kalangan.

Harga mutiara bisa sangat murah sehingga pedagang asongan di Lombok pun menenteng-nenteng mutiara. Harganya juga harga asongan, bisa cuma puluhan ribu rupiah untuk sebuah kalung yang dikelilingi penuh mutiara.

Kalau biasanya orang mengonotasikan harga murah dengan barang palsu, untuk mutiara harga murah tidak serta merta harus dicurigai sebagai mutiara palsu. "Mungkin yang murah itu adalah mutiara air tawar," kata Norberth Lee, dari toko Ocean Pearl yang menjual perhiasan mutiara.

Menurut dia, mutiara air tawar didatangkan dari Cina dalam jumlah sangat besar. Seperti namanya, jenis mutiara ini didapat dari kerang air tawar yang biasanya diternakkan di belakang rumah penduduk. Kalau kerang mutiara air laut biasanya cuma berisi satu butir, kerang air tawar bisa berisi 50 butir mutiara. "Makanya kalau panen bisa berember-ember," ujar Norberth Lee sambil menunjukkan foto panen mutiara di Cina.

Dari segi kualitas, Norberth menggeleng-gelengkan kepala. "Ya sudah pasti jauh sekali."

Budi daya mutiara

Salah satu lokasi budi daya tersebar di Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa (Kabupaten Sumbawa, Dompu, dan Bima), dengan potensi areal 35.550 hektar dan potensi produksi 1.500 kilogram. Namun, dari potensi itu, baru 18.000 hektar areal dimanfaatkan dengan produksi
500-600 kilogram mutiara butiran setahun.

Menurut Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan NTB Ir Busrah Hasan, tahun 2001 saja ada 37 perusahaan budi daya mutiara air laut.

Sejumlah pengusaha dan teknisi di NTB, memperkirakan jumlah produksi tidaklah sebesar itu, melainkan cuma 200 kilogram.

Mutiara yang beredar di Lombok, demikian kata sejumlah pengusaha, termasuk produk daerah lain seperti Irian Jaya, Maluku, NTT, Sulawesi. Juga mutiara air tawar yang umumnya berasal dari Cina.

"Letak geografis NTB yang strategis, tersedianya transportasi darat, laut, dan udara, kemudian keterampilan penduduknya sebagai pandai emas, merupakan faktor pendukung berkembangnya usaha mutiara di Lombok," ujar Budiyanto Halim, dari PT Selas Alas, yang lokasi usahanya berada di Pulau Kalong, Kabupaten Sumbawa.

Mutu perairan Lombok yang pas buat pembudidayaan mutiara makin mendorong pengusaha menanamkan investasi di bidang itu.

Malah satu dasawarsa terakhir, kata Johan Bachtiar, seorang pengusaha mutiara di Mataram, Lombok menjadi pusat perdagangan mutiara di Indonesia.

Lapisan asing

Meski sudah dikenal berabad-abad, pengembangan mutiara sangat gencar dilakukan pada abad ke-20. Aslinya, mutiara terbentuk karena penolakan siput terhadap benda asing yang masuk, yang biasanya berupa pasir.

Mutiara merupakan hasil reaksi atau penolakan dari disakitinya kerang mutiara oleh benda asing tersebut yang diwujudkan dengan keluarnya cairan yang melapisi seluruh benda asing tadi. Hasil zat pelindung itu menjadikan benda itu berwarna-warni dan mengkilat.

Pada sistem budi daya, mutiara dapat dibuat dengan memilih kerang berumur 15 bulan berukuran 12 cm. Benda asing yang biasanya disebut nucleus di sini diciptakan untuk disuntikkan dekat insang pada rongga mantel (kulit lunak yang meliputi tubuh kerang). Nucleus disuntikkan setelah bagian daging dirobek memakai pisau operasi. Total waktu yang dibutuhkan sampai panen, sekitar 24 bulan.

Nucleus terselip antara mantel dan cangkang sebagai rumah kerang, bisa menghasilkan mutiara setengah bundar dan bundar. Mikimoto, Nikishawa, Machii dari Jepang, adalah perintis budi daya mutiara dengan teknik itu.

Pengamatan Budiyanto Halim (1987-1993), dari 1.000 kerang mutiara hanya dua-tiga ekor saja yang menyimpan mutiara berukuran sebesar biji beras dan jagung. Makanya, itu salah satu yang membuat mutiara menjadi barang mahal, karena sulitnya mendapatkan hasil yang diharapkan.

Bentuk serta warna yang dihasilkan tetap saja tiap kali mengandung kejutan. Namun secara umum, jelas Norberth Lee, bentuk yang dikenal adalah bulat (round), tetesan air (drop), seperti kancing (button), circle, baroque, dan semi baroque.

Menurut Norberth, citra mutiara untuk wanita berusia matang, kini sudah mulai bergeser. "Mungkin karena desainnya sekarang tidak lagi mengambil desain konvensional mutiara," kata Norberth.

Yang dimaksud desain konvensional, misalnya, berupa kalung yang dipenuhi mutiara dari ujung ke ujung atau giwang serta cincin bermata sebutir mutiara.

"Yang seperti itu memang masih bertahan, tetapi desain-desain agak funky kini juga dibuat untuk mutiara," ucap Norberth yang kemudian memperlihatkan contoh sebuah anting-anting pajang berbandul mutiara abu-abu pada bagian bawahnya. Jika si pemakai bosan, anting-anting
panjang itu bisa dijadikan giwang sehingga tampak lebih resmi. "Atau mutiara bisa dilepas sama sekali sehingga tinggal emas putihnya saja," tambah Norberth sambil membongkar pasang anting-anting itu.

Di luar berlian, mutiara tidak mempunyai pesaing. Macam-macam batu mulia, menurut Norberth justru menjadi pendukung yang menguntungkan buat mutiara. "Mereka yang sudah mempunyai koleksi batu ingin memiliki mutiara, begitu juga sebaliknya."

Harga mutiara yang ada di tokonya rata-rata Rp 1 juta tiap gramnya. Selain pembeli dari negeri sendiri, tokonya juga mempunyai pembeli dari Jepang, Korea dan orang-orang Eropa, Amerika dan Australia yang jumlahnya sekitar 30 persen.

Keterangan soal harga ini memang sangat beragam. Menurut Budiyanto Halim, kelas terbaik yang diameternya 11-12 mm produk lokal NTB mencapai Rp 650.000 per gram. "Tahun 2001 ini, pasaran mutiara di tingkat dunia (kelas A, B, C, D) 25-30 dollar per gram," ucap Budiyanto. Harga ini terbilang murah dibanding tahun 1993 ketika mutiara mencapai 200 dollar AS per gram.

Pemasaran mutiara tergantung pada selera konsumen. Misalnya Amerika Serikat dan Eropa semua warna mutiara laku dipasarkan, sedang konsumen di Korea umumnya lebih senang mutiara berwarna kuning, orang Jepang justru lebih suka warna putih. Di Indonesia, khususnya pembeli di Jakarta menggemari warna putih dan emas.

Harga mutiara itu kian bernilai ekonomis tinggi setelah dikombinasi dengan emas atau emas putih. Bahkan di tangan pandai emas, mutiara kelas menengah bisa memiliki daya tarik bagi konsumen, seperti dilakukan pandai emas Lingkungan Sekarbela, Kodya Mataram. Produk
cincin, kalung, liontin, giwang, dan semacamnya, dari yang mahal sampai yang murah bisa didapat di sentra ini.

Nama produknya pun mengambil istilah yang sedang populer. Sebutlah nama cincin casandra, pemeran dalam salah satu telenovela, yang ringnya dari emas dan matanya dari mutiara divariasikan dengan sejenis batuan sirkon.

Gelang paloma, yang bahannya mutiara air tawar yang tiap butirannya dibungkus dengan aksesori berbentuk keranjang. Ada pula produk lain berupa bros melati, bunga tulip, anggur (terdiri satu set giwang, cincin, liontin). (rul/ret)

sumber: www.kompas.com

Mutiara Laut Asal Lombok Pun Laris Manis

Jawa Timur Festival 2009

Pelaksanaan Jawa Timur Festival di Kenpark Taman Ria Kenjeran yang digelar mulai 3-12 Oktober dalam rangka HUT Provinsi Jatim ke -64 juga menarik minat pengusaha dari luar provinsi untuk mengadu untung selama pameran. Salah satunya pengusaha kerajinan mutiara dari Lombok .


Binar-binar kebahagiaan terpancar jelas dari wajah cantik BQ Yuni Damayanti, SH. Pemilik D & A Genuine Pearls ini tak menyangka keikutsertaannya pertama kali dalam pameran yang digelar Pemprov Jatim ini membawa berkah. Betapa tidak, aneka mutiara dagangannya yang didatangkan dari Lombok laris manis selama pameran. Bahkan mutiara laut berharga jutaan pun sudah banyak dipesan.


"Selama ini Jatim memang menjadi pasar empuk bisnis mutiara. Buktinya selama pameran banyak mutiara dagangan saya terjual," kata Yuni di sela-sela pameran, Kamis (8/10).
Dijelaskan Yuni, selama ini dia tak pernah mengikuti pameran yang digagas Pemprov Jatim. Dia mengaku baru 4 kali ini (termasuk di Pantai Kenjeran) ikut pameran. Ceritanya sebulan lalu, ibu 2 anak asli Lombok ini buka cabang di kawasan Rungkut Harapan F 16 Surabaya. Pembukaan cabang itu seiring dengan banyak permintaan mutiara yang terjalin selama mengikuti pameran termasuk pameran di luar propinsi. Ternyata peminat mutiara itu banyak warga Surabaya dan sekitarnya.


Nah, sejak membuka cabang di Surabaya ini, dia membangun hubungan dengan Disperindag Jatim. Dari perkenalan dengan instansi ini, jalan mengikuti pameran kian terbuka luas.
"Saya sih ditawari mau nggak ikut pameran oleh Disperindag Jatim, apalagi dibantu stannya. Sedangkan urusan akomodasi dan lain-lain, saya tanggung sendiri. Saya langsung setuju saja. Dan ternyata, tak rugi ikut pameran di Kenjeran. Dagangan saya laris manis,"katanya.
Menurutnya konsumen Surabaya banyak yang suka perhiasan mutiara dengan model minimalis. Artinya tak banyak tambahan sirkon atau berlian sebab yang mau ditonjolkan adalah keelokan mutiaranya. Aneka mutiara itu ada yang dibalut dengan emas putih 65 karat, emas kuning 90 karat atau monel.


Sedangkan jenis perhiasan yang disukai konsumen di antaranya kalung dan anting dalam balutan emas putih dan kuning, rata-rata semua perhiasan itu kualitas ekspor. Di stan itu ada jenis kalung stren yang ditawarkan dengan harga Rp 10- 27 juta. Bahkan Yuni juga menyebut ada kalung stren sepanjang 1 meter yang harganya Rp 150 juta.


Konsumen Surabaya juga ada yang membeli butiran-butiran mutiara lepasan. Biasanya ini berlaku bagi konsumen yang sudah memiliki langganan toko emas. Harga butiran mutiara ini ada dipatok Rp 100 ribu per butir hingga Rp 2,5 juta per gram.


Di stan yang berada di sekitar aneka stan batik ini, Yuni menjual 2 jenis mutiara. Mutiara air laut dan mutiara air tawar. Dari sisi harga, mutiara air laut lebih mahal karena dibudidayakan secara alami di Lombok, khususnya daerah-daerah sentra penghasil mutiara seperti Sekotong, Sumbawa . Sedangkan mutiara air tawar, banyak sentuhan tangan manusia.
Dari sisi kualitas juga beda. Mutiara air laut memiliki warna khas seperti abu-abu, hitam dan putih dengan kejernihan lebih tajam sehingga jika dipakai tampak bersinar.


Meskipun dari sisi ukuran, jarang ditemukan ukuran yang sama. Berbeda dengan mutiara air tawar dimana dalam sekali panen ada ribuan butir mutiara dalam ukuran sama. Mutiara air tawar juga lebih bervariasi dalam warna, mulai pink, biru.
"Pasar Surabaya, lebih menyukai mutiara air laut yang tampilannya lebih eksotis, soal harga tak jadi soal asal mereka puas,"kata Yuni seraya menginformasikan stannya juga melayani pengiriman pesanan hingga ke rumah konsumen.


Berbeda dengan pasar Surabaya , Yuni mengakui bule lebih menyukai mutiara yang tak jadi alias pembentukannya tak sempurna. Ada 2 jenis mutiara seperti ini, barok. Cirinya ada nukleus sehingga bentuknya agak lebih teratur. Atau kesi yang berasal dari air liur kerang yang belum kering. Cirinya bentuknya lebih tak beraturan.


Fatma, warga Sidoarjo yang datang di stan D & A Genuine Pearls mengaku senang mengoleksi dan memakai mutiara, kesannya anggun dan cantik. Apalagi desainnya minimalis tak banyak pernik. "Tapi saya suka mutiara dengan balutan emas putih, kelihatannya lebih mewah," akunya sembari melihat-lihat koleksi mutiara D & A Genuine Pearls. [nel]

sumber: http://harianbhirawa.com

Mengangkat Mutiara yang Terbenam



Oleh : Soen'an Hadi Poernomo
Penulis adalah Dewan Pakar ASBUMI (Asosiasi Budidaya Mutiara)
Mutiara adalah jenis perhiasan yang termuat di Kitab Suci. Ia menghiasi para ratu dan wanita sejak dulu kala. Produk berharga ini memberi peluang ekonomi sangat tinggi. Sebab, negeri kita adalah negara kepulauan terbesar di dunia dengan belasan ribu pulau dan berpuluh ribu kilometer panjang pantai.

Namun harapan tersebut akan terwujud apabila disertai pengelolaan yang positif. Kini, mutiara di Indonesia harus dibenahi dari berbagai permasalahan, baik eksternal maupun internal. Padahal, mutiara putih Indonesia adalah termasuk jenis mutiara yang termahal di dunia, yakni South Sea Pearl.


Budidaya mutiara di negeri ini berawal pada tahun 1928 di Pulau Buton, Sulawesi, oleh Mitsubishi Co. Ltd yang bergabung dengan Nanyo Shinju KK. Lantaran pecah Perang Dunia II, usaha tersebut berhenti tahun 1941. Barulah pada 1967 investor Jepang masuk kembali bermitra dengan pengusaha nasional, mendirikan Maluku Pearl-Development. Dalam perjalanan selanjutnya, tumbuh puluhan perusahaan, tentu mengalami pasang-surut, karena problem eksternal dan internal.

Mutiara Putih Indonesia

Mutiara putih Indonesia atau South Sea Pearl, sejenis dengan yang diproduksi oleh Australia, Filipina & Myanmar. Dari volume produksi 9.985 kg, Indonesia adalah yang tertinggi (45 %). Angka itu disusul Australia (32 %), Filipina (17 %), dan Myanmar (5 %). Namun harganya berada pada peringkat ketiga (US$ 16,2 per gram), setelah Australia (US$ 38,4 per gram) dan Myanmar (US$ 25,5 per gram). Ini berarti secara kuantitatif Indonesia berhasil memproduksi mutiara dalam jumlah banyak, namun berkualitas rendah.


Tujuan ekspor utama Indonesia adalah ke Jepang (48,17 %) dan Australia (35,52 %). Adapun provinsi yang mengekspor adalah Bali (34,3 %), Papua (19,73 %), Sulawesi Tenggara (17,06 %), dan DKI Jakarta (15,09 %). Namun produksinya tentu berawal juga dari wilayah lain seperti NTB, NTT, Maluku, dan Lampung oleh 10 perusahaan PMA, 22 swasta nasional, serta 6 PMDN.


Semula mutiara hanya diperoleh dari alam, dalam kerang yang tergolek di dasar laut. Di Jepang, Kokichi Mikimoto melakukan penelitian budidaya mutiara, yang akhirnya berhasil pada tahun 1893. Saat ini budidaya mutiara air tawar juga diproduksi. Namun keelokan mutiara budidaya di laut tetap tak tertandingi.


Mutiara laut ada tiga macam. Pertama, akoya pearl berasal dari Jepang dan Cina. Kedua, black pearl (mutiara hitam) yang diproduksi Tahiti atau French Polynesia. Ketiga, south sea pearl (mutiara putih) produksi Indonesia, Australia, Filipina, dan Myanmar.


Dari ketiga jenis tersebut, yang terbanyak produksinya adalah jenis akoya pearl. Pada tahun 2005, produksi akoya, black, dan south sea pearl berturut-turut adalah 34 ton, 10 ton, dan 8,5 ton. Namun mutiara termahal adalah mutiara putih, yakni rata-rata US$ 23,6 per gram. Sedangkan harga mutiara hitam US$ 14,70 per gram. Malah jenis akoya hanya US$ 3,76 per gram.


Berdasarkan nilai perdagangan dunia, ada tiga negara yang mendominasi produksi mutiara, yakni Jepang (32,22 %), Australia (25,13 %), dan Tahiti (14,41 %). Negara lain berada jauh di bawahnya. Indonesia sendiri masuk peringkat ke-11, yakni hanya 1,41 %.

Problem dan solusi


Masalah eksternal perdagangan mutiara secara umum adalah membanjirnya produk dari Cina. Bagi jenis mutiara putih, kedatangan Vietnam dalam pasar juga turut mempengaruhi, walaupun saat ini produksinya masih 750 kg/tahun.

Tampaknya perlu forum mutiara regional penghasil South Sea Pearl, yakni Australia, Indonesia, Myanmar, Filipina dan Vietnam. Tujuannya, mengendalikan produksi dan meningkatkan kualitas agar harganya dapat terus menguntungkan.

Permasalahan budidaya mutiara di dalam negeri juga cukup kompleks, yakni mengenai kepastian tata ruang, keamanan, pajak dan pungutan, kualitas, serta pengendalian produksi. Usaha budidaya mutiara memerlukan modal investasi yang tidak kecil dan tiga tahun kemudian barulah meraih panen.

Usaha ini keberlanjutannya juga sangat tergantung pada kualitas air yang prima, jernih tapi kaya zat hara, serta memiliki arus yang optimal. Dengan demikian faktor kepastian tata ruang menjadi sangat penting.

Selama ini banyak usaha mutiara terusir karena mendadak muncul kegiatan baru yang sangat mengganggu kehidupan mutiara. Yang paling sering adalah kegiatan pertambangan minyak, semen, emas, dan nikel. Tidak jarang pula, tiba-tiba muncul tambak udang dan mengganggu mutiara yang sedang dipelihara. Penebangan hutan di kawasan hulu tentu berakibat pada kualitas air menjadi berselimut lumpur.

Masalah keamanan juga sempat menjadi horor bagi budidaya mutiara yang kebanyakan berlokasi terpencil, di pulau nan sepi. Bermula terjadi pada tahun 1997, mengalami puncak pencurian pada tahun 1999. Syukurlah, saat ini tindakan kriminal tersebut menurun.


Kebanyakan mutiara yang digasak adalah mutiara siap panen, setelah dipelihara selama tiga tahun. Total kerugiannya bisa mencapai lebih dari Rp 30 miliar. Beberapa perusahaan memilih untuk hengkang, tidak melanjutkan usaha. Di era otonomi daerah ini, timbulnya berbagai pungutan dan pajak aneh-aneh juga menjadi tambahan permasalahan yang cukup merepotkan, misalnya saja PBB laut atau pajak lampu jalan.

Di kalangan pengusaha mutiara juga perlu jeli dan cermat. Artinya, mereka tidak asal berproduksi, banting harga, mengabaikan kualitas, yang akhirnya merugikan, bahkan membunuh usaha mutiara nasional. Lalu bagaimana solusi dari berbagai persoalan tersebut?


Kita bisa menengok sebuah negara kecil di Pasifik Selatan, yaitu Tahiti. Luas Tahiti yang berukuran satu kabupaten di Indonesia saja bisa turut mendominasi pasar mutiara dunia. Bayangkan, produksinya mencapai sepuluh kali lipat dibandingkan Indonesia.

Di sana keamanan secara serius dijaga. Tata ruangnya juga dijamin. Kualitas benar-benar dicermati. Jadi, kalau mau sukses maka pemerintah secara serius harus mengendalikan kualitas dan jumlah produksi. Dengan demikian mutiara Indonesia dapat berkibar mendominasi pasar global, dengan harga yang cukup tinggi.

Segenap pengusaha mutiara harus berkumpul dalam asosiasi. Dan ini merupakan prasyarat untuk pengendalian South Sea Pearl bersama negara lain, yakni Australia, Myanmar, Filipina, dan Vietnam.

Bercermin ke Tahiti

Salah satu alternatif pengembangan mutiara di Indonesia adalah dengan memilih provinsi atau kabupaten, agar bisa dikelola secara serius dan khusus. Pengelolaan mutiara seperti di Tahiti dapat dijadikan sebagai referensi.

Tahiti atau French Polynesia memang negara kepulauan, tapi luas wilayahnya cuma 1.045 km2 dengan penduduk 178.133 orang. Itu berarti hanya dua pertiga luas Kabupaten Karimun (1.524 km2) yang berpenduduk 162.829 jiwa.

Soal kehebatan Tahiti membudidayakan mutiara jangan diragukan lagi. Negara itu menghasilkan devisa US$ 160 juta dan membuka kesempatan kerja untuk 7.000 orang. Di sana terdapat 4 pulau dan 26 atol digunakan untuk kegiatan budidaya. Sedangkan 15 atol dipakai untuk pengumpulan anakan kerang (spat collection).


Pada tahun 1960 mulai dicoba budidaya, dan baru berhasil memanen mutiara bulat pada tahun 1968. Pertengahan tahun 1970-an, mutiara hitam dari Tahiti mulai masuk pasar internasional atas promosi Amerika dan Perancis.

Perkembangannya terus menanjak. Dalam kurun waktu 1980 - 1990, produksinya sekitar 20 kg. Lalu naik menjadi 600 kg. Pada tahun 2000 sudah mencapai 11 ton.


Pengusaha mutiara pada tahun 1975 baru ada 3 perusahaan. Namun 10 tahun kemudian mencapai 110 perusahaan. Bahkan tahun 1995 meningkat menjadi 2.399 perusahaan. Pada saat krisis moneter 1998 pun terdapat 2.745 perusahaan.

Namun masa krisis itu menunjukkan fenomena yang menimbulkan curiga. Dari 1998 - 2000 walaupun volumenya naik 240 %, tapi nilainya hanya 23 %. Bahkan pada tahun 2000 - 2003 mengalami stagnasi volume, nilainya anjlok 50 %, dari US$ 160 juta menjadi hanya US$ 80 juta.

Kiat Tahiti menghadapi krisis mutiara juga patut ditiru. Stagnasi tahun 2000, dinilai sebagai kejenuhan dan produksi yang tidak terkendali. Mereka menyebut anarchic mass production of lower quality pearl. Pemerintah membentuk Kementrian Urusan Mutiara yang dipimpin langsung oleh Presiden Gaston Fosse.

Perusahaan-perusahaan ditertibkan. Manajemen audit terhadap teknis dan finansial dilakukan. Kepatuhan terhadap aturan sosial dan perburuhan dievaluasi. Fasilitas pendataan dicek. Terhadap SDM dilakukan uji sertifikasi. Dari 2.745 perusahaan, yang lulus hanya 865, dan akhirnya tinggal 300 perusahaan.


Penertiban ekspor juga dilakukan. Hanya mutiara berkualitas yang diijinkan. Standar mutu ditetapkan, dikontrol melalui uji visual dan ultraviolet. Pajak ekspor dinaikkan agar pengusaha tidak asal mengirim ke luar negeri. Yang tidak layak ekspor ditumbuk untuk didaur ulang menjadi bio-coated nuclei.

Pada Juni 2003 diadakan upacara membuang ke laut 33.000 butir mutiara berkualitas rendah, sebagai peringatan keseriusan untuk berpihak pada mutu. Sejak itu, mutiara hitam dari Tahiti harganya di pasar internasional mulai naik dan bangkit kembali.

Nah, dengan mencermati akar permasalahan, merenung solusi yang memungkinkan, dan bercermin pada keberhasilan bangsa lain, tidaklah berlebihan kalau Indonesia kelak menjadi ratu mutiara dunia. Syaratnya, segenap pihak harus serius. Pengusaha harus bersatu dan memiliki komitmen. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah memberi dukungan optimal untuk jangka panjang, bukan setoran taktis sesaat.


Kiranya tidak perlu memandang terlalu lebar ke seluruh bentangan Nusantara. Cukuplah memilih beberapa lokasi untuk dikembangkan secara serius. One district, one product, yakni high quality of south sea pearl. Dan kita pun akan sepakat, bahwa small is great, not just beautiful. ***


sumber: http://www.majalahsamudra.at.ua/news/2008-12-10-4

Mutiara Lombok Tembus Pasar Global

SAMARINDA, 15/7 (Harkopnas) - Dari sekian banyak hasil kerajinan dalam negeri, kerajinan Mutiara dari Lombok termasuk yang sukses menembus pasar global. Di bawah Koperasi Nusa Tenggara Barat, mutiara hasil budidaya kerang mutiara petani Lombok telah memasuki pangsa pasar Guang Zhou, Korea dan India.

Hasil dari pengolahan mutiara menjadi perhiasan ini turut menyemarakan pesta ekonomi rakyat dan produk unggulan pada peringatan Harkopnas ke-62 di Samarinda, Kalimantan Timur.

Dedi Iswadi, Pengrajin Mutiara sekaligus pemilik usaha mutiara bernama
"Mutiara Lombok" mengungkapkan, promosi dari produk hasil kerajinan mutiara miliknya adalah berkat bantuan instansi pemerintah.

"Instansi pemerintah (NTB) telah banyak membantu mempromosikan hasil kerajinan kami. Untuk mengikuti Bahkan untuk kegiatan ini (Expo Harkopnas) kami telah difasilitasi untuk melakukan promosi produk unggulan daerah," ungkapnya.

Bentuk mutiara yang dihasilkan cukup beraneka ragam. Dari cincin, kalung, bros hingga pernak-pernik lainnya dibuat oleh tangan-tangan pengrajin Lombok.

Harganya pun bervariasi. Untuk mutiara hasil kerang mutiara laut harganya
mencapai ratusan ribu hingga jutaan rupiah. Sedang untuk mutiara hasil
budidaya kerang mutiara air tawar hanya berkisar puluhan ribu rupiah.

"Harga mutiara air laut mahal karena perlu waktu tiga tahun untuk
membudidayakannya. sedang untuk kerang mutiara air tawar hanya perlu empat bulan," ujarnya. (MC10).

sumber: http://www.kaltimprov.go.id/kaltim.php?page=detailberita&id=2405

Budidaya Tiram Mutiara


Tiram Mutiara

Hingga sekarang mutiara hasil budi daya dunia dapat berupa mutiara laut dan mutiara air tawar. Produk mutiara laut yang dewasa ini diperdagangkan di pasar internasional adalah sebagai berikut.

1. Akoya pearl
Mutiara berkualitas tinggi yang dihasilkan dari P. fucata. Ukuran maksimal 10 mm. Mutiara berwarna putih kehijauan dengan nuansa sangat indah. Jenis ini diproduksi di Jepang dan Cina.

2. South sea pearl
Mutiara ini diproduksi di Indonesia dan Australia yang dihasilkan dari P. maxima. Termasuk mutiara kelompok putih, berukuran besar sampai 18 mm. Jenis ini berwarna putih perak, kekuning-kuningan, pink, dan keemasan.

3. Black pearl
Mutiara ini dihasilkan dari P. margaritifera. Black pearl berpenampilan sangat menawan dan berwarna hitam pekat. Jenis ini berukuran lebih kecil dari ukuran south sea pearl. Negara penghasil utama: Tahiti, Hawaii, dan Cook Island.

A. Sistematika
Famili : Pteridae
Spesies : Pinctada maxima
P. margaritifera
Nama dagang: pearl oyster

Nama lokal mutiara


B. Ciri-ciri dan Aspek Biologi

1. Ciri fisik
Kerang mutiara mempunyai sepasang cangkang yang disatukan pada bagian punggung dengan engsel. Kedua belahan cangkang
tidak sama bentuknya. cangkang yang satu lebih cembung dibanding lainnya. Sisi sebelah dalam dari cangkang (nacre) berpenampilan mengilap.

2. Pertumbuhan dan perkembangan
Tiram mutiara adalah protandrous-hermaphrodite dengan kecenderungan perbandingan jantan : betina = 1 : 1, dengan adanya peningkatan umur. Pemijahan sering terjadi akibat perubahan suhu yang ekstrem atau tejadi perubahan lingkungan yang tiba-tiba. Pemijahan tiram mutiara di perairan tropis tidak terbatas hanya satu musim, tapi bisa sepanjang tahun. P. Margaritifera mendekati matang gonad pada tahun kedua, sedangkan P. maxima jantan matang gonad setelah berukuran cangkang 110-120 mm dalam tahun pertama hidupnya.
pertumbuhan merupakan aspek biologi yang penting bagi pembudidaya terkait dengan pendugaan keberhasilan usahanya.Tiram mutiara P.margaritifera mencapai ukuran diameter cangkang 7-8 cm dalam tahun pertama, dan mendekati ukuran sekitar 11 cm pada tahun kedua. Pertumbuhan jenis lain, P. maxima, mencapai diameter cangkang 10—16 cm pada tahun kedua.

C. Pengelolaan Budi Daya
Untuk menghasilkan sebutir mutiara laut dari spat hatchery, diperlukan waktu sekitar 4 tahun. Teknologi budi daya mutiara laut terdiri atas pembenihan, pembesaran benih, produksi mutiara, dan panen.

1. Penyediaan benih
Awal pengembangan benih yang digunakan berasal dari penangkapan dari alam. Penangkapan dilakukan dengan menggunakan spat collector yang terbuat dari jaring nilon bermata jala halos. Kolektor tersebut dibentangkan di daerah penyebaran kerang mutiara. Dalam waktu 2-4 minggu, benih tiram (spat) akan menempel pada kolektor tersebut.

Dewasa ini, dengan kemajuan ilmu dan teknologi spat tiram mutiara sudah dapat dihasilkan melalui proses perbenihan di hatchery. Prosesnya dimulai dengan pemilihan induk yang sudah matang gonad. Sebaiknya induk-induk tersebut berasal dari populasi yang berbeda untuk menghasilkan benih yang berkualitas.

2) Pembesaran
Di nurseri benih dipelihara sampai mencapai dewasa dan berukuran 10-12 cm selama 12-18 bulan. pada ukuran tersebut proses produksi mutiara sudah dapat dilaksanakan. Adapun tahapan produksi mutiara sebagai berikut.

a) Memilah-milah tiram dewasa untuk disuntik. pemilihan didasarkan atas ukuran, umur, dan kondisi kesehatan tiram.

b) Menyiapkan potongan mantel berukuran sekitar 4-5 mm2 dan inti berukuran 3,03-9,09 mm. potongan mantel (shaibo) tersebut diambil dari tiram yang secara sengaja disiapkan/ dikorbankan untuk keperluan itu.

c) Preconditioning (Melemahkan) tiram untuk memudahkan pembukaan cangkang sewaktu penyuntikan inti da trasplantasi potongan mantel atau shaibo.

d) Menoreh irisan pada pangkal kaki menuju dekat gonad. Ke dalam torehan tersebut disisipkan inti dan shaibo yang diletakkan bersinggungan.

e) Mengangkat ganjal baji dan menutup cangkang, lalu meletakkan
tiram ke dalam keranjang. Keranjang tersebut terbuat dari
jaring berbentuk empat persegi panjang. Untuk tiap keranjang,
diletakkan 10 ekor tiram.

f) Merawat tiram dengan cara membersihkan keranjang dan cangkang luar, membalikkan tiram, dan memeriksa apakah mutiara sudah terbentuk atau belum dengan menggunakan sinar x-ray. Perawatan ini dilakukan setiap 4 hari selama 2 bulan, kecuali pemeriksaan dengan sinar x-ray.

g) Memindahkan tiram ke dalam wadah pemeliharaan berbentuk keranjang berkantong terbuat dari jaring. Dalam tiap lempeng terdapat 4 buah kantong. Setiap kantong diisi seekor tiram. Wadah tersebut digantung pada bentangan tambang atau longline. Tiram dan kantong dibersihkan setiap bulan.

D. Pengendalian Hama. dan Penyakit
Hama umumnya menyerang bagian cangkang. Hama tersebut berupa jenis teritip, racing, dan polichaeta yang mampu mengebor cangkang tiram. Hama yang lain berupa hewan predator, seperti gurita dan ikan sidat. Upaya pencegahan dengan cara membersihkan hama-hama tersebut dengan manual pada periode waktu tertentu.

Penyakit tiram mutiara umumnya disebabkan parasit, bakteri, dan virus. parasit yang sering ditemukan adalah Haplosporidium nelsoni. Bakteri yang sering menjadi masalah antara lain Pseudomonas enalia, Vibrio anguillarum, dan Achromobacter sp.

Sementara itu, jenis virus yang biasanya menginfeksi tiram mutiara adalah virus herpes. Upaya untuk mengurangi serangan penyakit pada tiram mutiara antara lain
a) selalu memonitor salinitas agar dalam kisaran yang dibutuhkan untuk menjaga kesehatan tiram,

b) menjaga agar fluktuasi suhu air tidak terlalu tinggi, seperti pemeliharaan tiram tidak terlalu dekat kepermukaan air pada musim dingin,

c) lokasi bodi daya dipilih dengan kecerahan yang cukup bagus, dan

d) tidak memilih lokasi pada perairan dengan dasar pasir berlumpur.


G. Panen
Setelah 18-24 bulan masa pemeliharaan, panen mutiara sudah bisa dilakukan. Selanjutnya, hasil panen dibersihkan atau digosok agar mengilap serta memilah mutunya.

sumber : Penebar Swadaya,2008
sumber: http://hobiikan.blogspot.com/2009/04/budidaya-tiram-mutiara.html

SEJARAH MUTIARA SANG "RATU BATU PERMATA"

Sejak Dahulu, Mutiara telah dikenal sebagai “ Ratu Batu Permata”. Sepanjang sejarah tercatat bahwa mutiara merupakan perhiasan yang paling mahal di dunia. Namun sejak dilakukan budidaya mutiara pada tahun 1900-an hingga saat ini, harga mutiara menjadi relative murah bahkan sebagai aksesoris yang memiliki harga lebih murah dari pada Gemstone.

Tidak seorangpun yang tahu siapa pertama kali yang memiliki dan memakai perhiasan mutiara. Namun menurut legenda India menceritakan bahwa salah satu Dewa Hindu yaitu Krishna pertama kali menemukan mutiara dari laut dan menghadiahkan pada putrinya pada hari pernikahannya.

Di Mesir, kisah masyur tentang mutiara yaitu pada saat Cleopatra mengundang Marc Antony untuk hadir dalam jamuan makan malam yang merupakan jamuan makan malam termahal dalam sejarah. Pada saat itu Ratu Cleopatra memberikan satu anting mutiara yang besar digerus dan dilarutkan dalam air dan sang Ratu turun untuk meminumnya.

Mutiara terbesar yang pernah ditemukan sepanjang sejarah adalah Pearl of Allah (Lao-Tze Pearl) yang ditemukan oleh seorang penyelam Filipina di pantai pulau Pallawan dengan berat mencapai 6,4 kilogram, memiliki bentuk yang tidak beraturan (Baroque), dan saat ini harganya ditaksir sekitar 40 juta USD. Mutiara lain yang tidak kalah terkenal adalah La Peregrina, mutiara yang ditemukan di kepulauan Perlas, Panama pada tahun 1500-an, memiliki bentuk seperti air mata atau buah pear dan berat sebesar 10,192 gram. La Peregrina terkenal karena pernah menjadi kado valentine dari Richard Burton untuk Elizabeth Tailor. Sedang mutiara yang pernah dicatat dalam Guiness Book Of Records sebagai mutiara terbesar yang pernah ditemukan di Abalone (Haliotis) adalah mutiara Big Pink, mutiara besar berwarna pink yang ditemukan oleh Wesley Rankin di California tahun 1990, berbentuk baroque dengan berat 94 gram dan pada tahun 1991 bernilai sebesar 4,7 juta USD.

Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan, budidaya mutiara semakin meningkat. Pada awalnya, mutiara hasil budidaya khususnya mutiara air tawar tidak begitu mengkilap dan tidak bulat bentuknya, namun sejalan dengan perkembangan teknologi, bentuk dan kilau mutiara air tawar sudah sulit dibedakan dengan mutiara air laut. Namun demikian, secara umum harga mutiara air tawar masih lebih murah dari pada mutiara air laut.



sumber: http://www.grosirmutiaracantik.com/latest/mutiara-sang-ratu-batu-permata.php

Sistem grading atau pengujian kualitas mutiara


Small South sea pearls (Gustaf's Collection)

Penentuan kualitas mutiara didasarkan pada standar kelas mutiara, namun secara umum mutiara ditentukan oleh: 1) ukuran mutiara, dimana makin besar ukurannya makin mahal. Perbedaan harganya bahkan sangat besar apabila ukuran diameter mutiara sudah berada di atas 7 milimeter, 2) bundar tidaknya mutiara, mutiara bundar cenderung disukai dengan demikian harganya cenderung lebih mahal, namun ada juga bentuk-bentuk tertentu seperti bentuk air mata yang juga diminati konsumen mutiara, 3) lustre mutiara, istilah untuk menggambarkan daya pantul mutiara terhadap obyek atau cahaya, 4) permukaannya tidak cacat, goresan atau bercak di permukaan menurunkan kualitas mutiara, dan 5) warna mutiara, warna pink banyak disukai orang Amerika, orang Eropa cenderung menyukai warna krem dan perak, orang Timur Tengah lebih banyak memilih warna krem dan emas sebagaimana juga orang Amerika Latin.

Beberapa langkah sebelum pengujian mutiara adalah dengan meyakinkan bahwa mutiara itu palsu atau tidak? Karena harga mutiara relatif mahal sehingga kemungkinan pemalsuan juga dilakukan.Banyak cara yang dilakukan manusia untuk menghasilkan mutiara yang serupa dengan aslinya. Bahannya pun bervariasi dari jenis batuan tertentu, kaca, plastik, dan bahkan bagian dari cangkang kerang. Mutiara juga disortir apakah mutiara itu terbungkus nacre (nacreous) atau tidak (non nacreous)? Apakah mutiara itu terbentuk alami atau hasil budidaya? Mutiara yang terbungkus nacre adalah mutiara yang umum beredar di pasaran dan mayoritas adalah mutiara hasil budidaya. Sangat kecil kemungkinan mutiara alami (dan terbungkus nacre) beredar di pasaran dengan harga murah. Sayangnya, masih sangat sulit membedakan antara mutiara yang tak terbungkus nacre dengan mutiara yang dibentuk dari cangkang kerang, karena keduanya memiliki komposisi yang sama.Namun peminat mutiara tanpa nacre memang masih sedikit disamping selama ini kegiatan budidayanya baru ddijajaki (khusus beberapa mutiara eksotis dari beberapa siput). Parameter tambahan lain yang jadi bahan pertimbangan pemilihan mutiara adalah dari mana mutiara itu berasal. Apakah mutiara itu adalah mutiara air tawar atau mutiara air laut? Pengelompokkan juga terjadi dalam produk mutiara laut, apakah mutiara itu adalah mutiara Akoya atau South sea atau Tahiti (yang beberapa kalangan juga menggolongkan sebagai bagian dari mutiara south sea)? Pengetahuan ini memang dibutuhkan mengingat mutiara air tawar relatif lebih murah dibandingkan mutiara air laut. Bahkan untuk mutiara air laut juga terdapat pengelompokkan harga menurut jenis mutiaranya, mutiara Akoya relatif lebih murah dibandingkan mutiara Tahiti dan apalagi South sea. Perbandingan harga mutiara dengan kualitas kilau yang sama antara mutiara Akoya dan South sea (misalnya) bisa sangat jauh apalagi dibandingkan antara mutiara South sea dan mutiara air tawar. Indonesia semestinya bersyukur karena mutiara South Sea banyak diproduksi dari perairan Indonesia. Walaupun sejauh ini nilai kualitas mutiara yang diproduksi masih lebih rendah dengan jenis mutiara sama yang diproduksi Australia.

Setelah melewati beberapa proses di atas, mutiarapun diuji menurut sistem grading yang berlaku. Ada dua pemahaman atau aliran yang selama dipakai untuk kualifikasi kelas mutiara: AAA-A (AAA kualitas terbaik, A kualitas buruk) dan A-D (A kualitas terbaik, D kualitas buruk). Sayang sekali fleksibilitas masih sangat tinggi dalam pengkategorian kelas mutiara. Pemahaman setiap orang berbeda-beda dalam menempatkan kelas mutiara dengan karakteristik tertentu ke kategori yang disarankan. Sederhananya, pihak X mengkategorikan sebuah mutiara memiliki kualitas AAA namun pihak Y mengkualifikasinya dalam kategori AA, dst. Bahkan ada penjual mutiara yang menambah-nambahkan dengan mengkategorikan mutiaranya sebagai AAAA atau AAA+ sehingga bahkan untuk dua aliran grading di atas (AAA-A dan A-D) sering diubah sekehendak hati. Kualifikasi menurut AAA-A adalah kualifikasi yang terbentuk lebih dahulu. Sistim kualifikasi ini banyak dipakai untuk mengkualifikasi mutaira Akoya dan mutiara air tawar. Mutiara akoya adalah mutiara air laut hasil budidaya pertama (lihat artikel lainnya). Sementara sistem kualifikasi A-D lebih dikenal sebagai sistem kualifikasi Tahitian karena awalnya dipakai untuk kualifikasi mutiara Tahiti dan akhirnya South Sea. Namun, kualifikasi AAA-A juga bukan hanya untuk mutiara Akoya dan mutiara air tawar tapi juga sering diaplikasikan ke jenis mutiara lain (Tahiti dan South sea).

Secara detail, kualifikasi mutiara menurut sistem AAA-A adalah sebagai berikut (sumber: http://www.pearl-guide.com/pearl-grading.shtml)

  • AAA: Mutiara kualitas terbaik, tanpa bercak. Sangat berkilau dan setidaknya 95% permukaan tak cacat.
  • AA: Sangat berkilau dan 75% permukaan tak cacat.
  • A: Mutiara perhiasan kelas terendah, kilau kurang dan >25% permukaan mutiara bercacat

Sedangkan sistem A-D adalah sebagai berikut:

  • A: Mutiara kualitas terbaik, sangat berkilau, sedikit cacat <10%>
  • B: Sangat berkilau atau kilau sedang. Terlihat sedikit cacat namun tak lebih 30% dari luas permukaan
  • C: Kilau sedang, cacat permukaan tak lebih 60%
  • D: Memiliki cacat sedikit namun tak dalam dan tak lebih 60% dari luas permukaan

Sekali lagi, kedua sistem kualifikasi mutiara ini sangat terbuka akan interpretasi mengingat banyak faktor lain yang juga menjadi bahan pertimbangan dalam uji kualitas mutiara.
© 2007, N. Gustaf F. Mamangkey

sumber: http://mutiara-mutiara.blogspot.com/2008/03/sistem-grading-atau-pengujian-kualitas.html

Kerang penghasil mutiara

Pada prinsipnya, moluska bercangkang berpeluang menghasilkan mutiara secara alami. Namun tidak semua kerang bisa menghasilkan mutiara yang bagus dan memiliki nilai beli yang lumayan. Kerang penghasil mutiara umumnya berasal dari famili Pteriidae, namun yang umum dikenal hanya jenis-jenis tertentu seperti gold atau silver-lip pearl oyster (kerang mutiara bibir emas atau bibir perak) Pinctada maxima, black-lip pearl oyster (kerang mutiara bibir hitam) Pinctada margaritifera, Akoya pearl oyster (kerang mutiara Akoya) Pinctada fucata dan the winged-pearl oyster (kerang mutiara bersayap) Pteria penguin. Semua anggota famili ini hidup di laut. Sedangkan moluska lain penghasil mutiara yang sejauh ini dikenal berasal dari kelompok abalone dan beberapa gastropoda lain serta beberapa jenis kerang bivalvia air tawar.

Setiap jenis kerang mutiara menghasilkan mutiara dengan spesifikasi yang berbeda. Pinctada maxima menghasilkan mutiara relatif lebih besar dari semua jenis kerang penghasil mutiara, berwarna perak, emas dan krem. Jenis ini banyak dibudidayakan di Indonesia, Birma, Thailand dan Australia. Sedangkan kerang jenis Pinctada margaritifera merupakan primadona negara-negara pasifik selatan. Mutiara yang dihasilkannya bervariasi dari warna krem sampai warna hitam. Warna hitam merupakan warna yang diminati pelanggan mutiara dunia saat ini. Dengan demikian harganya sangat mahal. Diameter mutiara yang dihasilkan umumnya lebih kecil daripada yang diproduksi Pinctada maxima. Sementara Pinctada fucata adalah jenis yang banyak dibudidayakan di Jepang, dan Pteria penguin tidak banyak dibudidayakan karena sejauh ini hasilnya diperuntukkan hanya pada kalangan tertentu mengingat bentuk mutiara yang dihasilkannya umumnya tidak bundar.

© Gustaf Mamangkey 2006

sumber: http://mutiara-mutiara.blogspot.com/2006/01/kerang-penghasil-mutiara.html

Karakteristik mutiara

Komposisi mutiara alami kebanyakan didominasi nacre sedangkan mutiara hasil budidaya didominasi bagian intinya. Bagian inti yang digunakan untuk membuat mutiara buatan biasanya berbentuk bulat dan diambil dari kerang lain yang memiliki cangkang tebal.

Warna mutiara
Kisaran warna mutiara cukup luas, dari hitam sampai perak. Namun demikian warna alami mutiara bukan semata ditentukan oleh warna dasar nacre mutiara itu sendiri yang dibentuk oleh pigmen warna di bagian matriks organik yang mengikat ubin nacre namun juga berkombinasi dengan warna overtone dan irredescence. Malah, dalam penelitian yang dilakukan terhadap nacre dari Pinctada maxima membuktikan bahwa warna nacre juga ditentukan oleh adanya “kekacauan” cahaya dalam daerah ikatan antar ubin aragonite yang membentuk nacre. Irridescence atau juga disebut “orient” muncul bagaikan pelangi, sebetulnya merupakan fenomena optik akibat dari lapisan nacre yang membuat difraksi cahaya yang berbeda beda, fenomena ini lebih jelas pada bagian dalam dari cangkang daripada mutiara itu sendiri, terjadi akibat terbentuknya garis-garis pertumbuhan. Sementara overtone adalah sinar cahaya warna yang muncul di permukaan mutiara sehingga terlihat berkilau.

Lustre mutiara
Lustre diukur dari daya pantul nacre itu sendiri terhadap obyek di dekatnya. Bila daya pantulnya sempurna maka nacre itu akan menyerupai cermin dalam memantulkan cahaya dan image. Sementara nilai luster rendah bila nacre terlihat berwarna kusam, kabur dengan daya pantul rendah. Luster juga ditentukan oleh komposisi ubin nacre sehingga menciptakan difraksi cahaya tertentu dan membuat nacre kelihatan buram.

Bentuk mutiara
Secara umum, bentuk mutiara terdiri atas: spherical (bulat bola), simetris dan baroque. Bentuk spherical adalah bentuk umum yang dihasilkan oleh mutiara hasil budidaya. Bentuk ini juga yang paling banyak diminati konsumen. Namun, bentuk yang benar-benar bulat jarang ditemukan apalagi berasal dari mutiara alami. Mengingat model terbentuknya mutiara karena mengikuti kontur inti, sehingga dibuatlah inti bundar dengan maksud menghasilkan mutiara yang bundar pula. Bentuk simetris adalah bentuk mutiara apabila dibelah dua maka setengah bagiannya akan sama dengan bagian yang lainnya. Bentuk mutiara simetris yang umum adalah bentuk buah pir atau air mata. Sedangkan bentuk baroque adalah bentuk bangunan mutiara abstrak, memiliki tonjolan di sana-sini, tak simetris. Bentuk ini banyak ditemukan di mutiara alami.

Ukuran mutiara
Besar kecil mutiara lebih banyak ditentukan oleh jenis kerang yang menghasilkannya. Mengingat kerang mutiara Akoya (Pinctada fucata) memiliki bentuk tubuh lebih kecil sehingga mutiara yang dihasilkanpun relative lebih kecil daripada mutiara dari kerang mutiara bibir hitam (P. margaritifera) apalagi dengan kerang mutiara bibir emas (P. maxima). Di samping jenis kerang mutiara, factor lain yang menentukan ukuran mutiara adalah lamanya budidaya. Makin lama mutiara dibudidaya, makin tebal nacre yang dihasilkan. Ukuran yang umum diterapkan untuk mengukur diameter mutiara adalam millimeter (mm). Mutiara hasil budidaya dengan ukuran di atas 20 mm, jarang ditemukan sehingga harganyapun mahal.

Kontur permukaan
Mendapatkan mutiara dengan permukaan yang sangat licin pun tidak gampang. Mutiara yang memiliki goresan atau tonjolan-tonjolan kecil di permukaan disamping kurang indah secara estetik juga beresiko mengelupas bila bergesek. Keberadaan permukaan juga akan mempengaruhi warna dan lustre dari mutiara.

Berat mutiara
Umumnya berat mutiara diekspresikan dengan carat, grain dan momme. Menakar mutiara dengan berat biasanya dilakukan untuk pembelian jumlah besar, kebanyakan mutiara budidaya ditakar dengan ukuran diameter (milimeter) disamping faktor-faktor penentu kualitas mutiara lainnya.

Satu carat = 4 grain = 200 milligram = 1/5 gram

Satu grain = 1/4 carat = 50 milligram = 1/20 gram

Satu momme = 18.75 carat = 3750 milligram = 3.75 gram

© 2006, N. Gustaf F. Mamangkey

sumber: http://mutiara-mutiara.blogspot.com/2006/06/karakteristik-mutiara.html

Jenis dan kualitas mutiara

Pemanenan mutiara berlangsung kurang lebih satu setengah tahun dari saat penyisipan, saat itu diharapkan ketebalan nacre sudah berkisar 2 sampai 3 cm. Makin tebal nacre, makin bagus pula kualitasnya. Sebelum pemanenan, kerang dibersihkan pada setiap kurun waktu tertentu dan pada beberapa areal budidaya pada saat tertentu kerang diputar posisinya dengan asumsi akan menghasilkan mutiara yang bundar. Namun demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa hasil panen tidak selalu menghasilkan mutiara bundar, karena kerang mutiara bisa saja menghasilkan mutiara yang berbentuk oval, ataupun dengan bentuk yang tidak beraturan. Bentuk ini dikenal dengan istilah baroque. Lagipula, persentasi mutiara dengan kualitas baik, sejauh ini hanya 5 sampai 10 persen dari total panenan, 50 persen adalah mutiara dengan kualitas menengah dan selebihnya adalah mutiara kualitas rendah.

Jenis mutiara yang bisa dibuat lewat kegiatan budidaya bisa berupa mutiara bundar (round pearl), mabe atau setengah mutiara (half pearl) dan keshi atau mutiara yang dihasilkan oleh lembar mantel yang tertinggal di dalam kerang sementara inti mutiara yang disisipkan sudah terlempar keluar. Keshi biasanya berbentuk baroque. Mutiara bundar lebih sulit dibuat dibandingkan mabe karena dibutuhkan keahlian khusus untuk menyisipkan diantara gonad dan otot kerang. Mabe dibuat dengan melekatkan setengah bundar nucleus ke bagian sisi dalam kerang. Bentuk inti yang dilekatkan bisa bervariasi, bahkan China terkenal dengan menghasilkan mabe berbentuk Budha. Saat panen, biasanya kerang yang menghasilkan mutiara yang paling bagus akan dipergunakan lagi untuk memproduksi mutiara berikutnya, namun untuk pemanenan mabe, biasanya kerang akan dibunuh dan mabe diambil, atau juga cangkangnya akan menjadi bahan kerajinan tangan.

Penentuan kualitas mutiara didasarkan pada standar kelas mutiara, namun secara umum mutiara ditentukan oleh: 1) ukuran mutiara, dimana makin besar ukurannya makin mahal. Perbedaan harganya bahkan sangat besar apabila ukuran diameter mutiara sudah berada di atas 7 milimeter, 2) bundar tidaknya mutiara, mutiara bundar cenderung disukai dengan demikian harganya cenderung lebih mahal, namun ada juga bentuk-bentuk tertentu seperti bentuk air mata yang juga diminati konsumen mutiara, 3) 3) lustre mutiara, istilah untuk menggambarkan daya pantul mutiara terhadap obyek atau cahaya, 4) permukaannya tidak cacad, goresan atau bercak di permukaan menurunkan kualitas mutiara, dan 5) warna mutiara, warna pink banyak disukai orang Amerika, orang Eropa cenderung menyukai warna krem dan perak, orang Timur Tengah lebih banyak memilih warna krem dan emas sebagaimana juga orang Amerika Latin.

© Gustaf Mamangkey 2006

sumber: http://mutiara-mutiara.blogspot.com/2006/01/jenis-dan-kualitas-mutiara.html

Bagaimana mutiara dihasilkan?

Walaupun masih ada usaha pencarian mutiara dari alam, namun kebanyakan mutiara yang berada di pasaran saat ini adalah hasil rekayasa manusia. Rekayasa ini ditemukan oleh orang Jepang, Mikimoto di awal abad yang lalu. Mengingat begitu potensialnya mutiara sehingga Jepang tetap menjaga rahasia ini sampai akhir tahun 80-an. Sehingga tidak heran bila Jepang mengembangkan usahanya di negara-negara lain di kawasan pasifik dan lautan Hindia seperti Indonesia dengan tetap menggunakan teknisinya. Walaupun demikian, Indonesia sebagai areal potensial budidaya bagi hampir semua jenis kerang mutiara telah menjadi salah satu negara penghasil mutiara utama dunia bersama Jepang, China dan Australia.

Bentuk rekayasa ini dikenal dengan istilah grafting atau seeding atau juga implantation, yaitu dengan menyisipkan inti (nucleus) bersama selembar organ mantel (irisan daging kerang mutiara lain yang dikenal dengan nama ‘saibo’) ke dalam kerang mutiara. Organ mantel ini diambil oleh individu kerang mutiara yang lain dan berperan sebagai donor. Berdasarkan penelitian, pemilihan donor yang baik akan menentukan kualitas mutiara yang dihasilkan terutama dari segi warna, bentuk dan kilau mutiara. Inti dan irisan mantel ini ditempatkan di dalam gonad kerang setelah sebelumnya dibuat irisan kecil pada dinding gonad. Irisan daging mantel akan membentuk kantung mutiara (pearl sac) dan nantinya akan memproduksi nacre. Proses ini dikenal sebagai biomineralisasi, sama halnya dengan proses pembentukan tulang pada manusia dan hewan bertulang belakang lainnya. Nacre adalah bagian permukaan yang berkilau dari mutiara atau juga dinding bagian yang berkilau dalam kerang. Pada bagian dalam kerang, nacre diistilahkan sebagai Mother of Pearl (ibu dari mutiara) sedangkan nacre yang melekat di inti disebut mutiara. Kualitas nacre yang dihasilkan menjadi penentu kualitas mutiara secara keseluruhan.

Proses penyisipan merupakan bagian kecil dari rangkaian proses budidaya yang panjang sejak penentuan lokasi budidaya sampai pada penanganan pasca panen. Prinsip proses penyisipan ini didasarkan atas bagaimana terbentuknya mutiara secara alami dimana kerang akan membungkus irritant yang tidak dapat dihindari dengan nacre. Prinsip kerja ini sama bila kerang mengalami kerusakan cangkang, mereka akan segera menutup lubangnya dengan nacre sehingga mencegah tubuh lunaknya terekspos. Namun sejauh ini belum ada bukti bahwa mutiara alami terbentuk karena masuknya butir pasir ke dalam tubuh kerang. Asumsi kuat yang menunjang terbentuknya lapisan nacre ini adalah adanya virus seperti yang ditemukan pada beberapa jenis kerang mutiara yang dibudidayakan.

Proses pembuatan mutiara

Secara alami
Di alam, mutiara terbentuk akibat adanya irritant yang masuk ke dalam mantel kerang mutiara. Fenomena adanya irritant ini sering juga ditafsirkan dengan masuknya pasir atau benda padat ke dalam mantel kemudian benda ini pada akan terbungkus nacre sehingga jadilah mutiara. Secara teoritis, Elisabeth Strack (secara mendalam terdapat dalam buku Pearls tahun 2006) mendeskripsikan terbentuknya mutiara alami terbagi atas dua bagian besar, terbentuk akibat irritant dan masuknya partikel padat dalam mantel moluska. Pada prinsipnya, mutiara terbentuk karena adanya bagian epithelium mantel yang masuk ke dalam rongga mantel tersebut. Bagian epithelium mantel ini bertugas mengeluarkan/mendeposisikan nacre pada bagian dalam cangkang kerang disamping membentuk keseluruhan cangkang. Teory irritant mengungkapkan bahwa pada suatu saat bagian ujung mantel sang kerang dimakan oleh ikan, hal ini dimungkinkan karena kerang akan membuka cangkang dan menjulurkan bagian mantelnya untuk menyerap makanan. Saat mantelnya putus, bagian remah eptiheliumpun masuk ke dalam rongga mantel. Teory irritant juga mengungkapkan bahwa bisa saja mutiara terbentuk akibat masuknya cacing yang biasanya menempati moluska pada masa perkembangannya kemudian berpindah ke organisme lain. Cacing ini merusak dan memasuki rongga mantel. Cacing ini tanpa sengaja membawa bagian epithelium yang ada di permukaan mantel bersamanya. Bila cacing mati dalam rongga mantel, maka cacing ini akan dibungkus oleh epithelium, membentuk kantung mutiara dan akhirnya terbentuklah mutiara. Kalaupun cacing itu bisa melepaskan diri, maka epithelium yang tinggal dalam rongga mantellah yang akan membentuk mutiara setelah sebelumnya membentuk kantung mutiara. Sementara teori yang kedua adalah masuknya partikel padat ke dalam rongga mantel. Partikel padat bisa saja terperangkap di dalam tubuh kerang akibat dorongan air. Saat kerang ini tak bisa mengeluarkannya, partikel inipun bisa saja masuk ke rongga mantel. Saat dia masuk, epithelium juga ikut bersamanya. Epithelium ini akhirnya membungkus partikel padat sehingga terbentuklah kantung mutiara. Kantung mutiara ini akhirnya akan mendeposisikan nacre ke partikel padat tersebut. Namun demikian sejauh ini belum ada bukti ilmiah yang mendukung teori masuknya pasir ke dalam mantel kerang mutiara walaupun teori ini dipahami sejak lama. Dari beberapa mutiara alami yang dibedah, menunjukkan bahwa bagian inti mutiaranya bukanlah partikel padat.

Mutiara hasil budidaya

Sebelum kegiatan operasi, kerang mutiara jauh hari sebelumnya sudah mengalami proses yang disebut weakening (membuat kerang mutiara menjadi lemah). Proses ini biasanya dari 2 minggu sampai sebulan tergantung jenis dari kerang mutiara. Proses ini dimaksudkan supaya kerang mutiara akan akan mengalami stress dan memasuki fase reproduksi dengan cepat sehingga apabila operasi dilaksanakan gonadnya sudah kosong. Bila gonad dalam keadaan penuh maka kegiatan operasi akan menyulitkan dan bahkan banyak mengalami kegagalan. Proses weakening ini bisa dengan menutup kerang mutiara dengan sarung yang berpori sangat kecil sehingga partikel makanan tersaring atau bahkan kerang mutiaranya ditumpuk bersama kemudian dibungkus dengan sarung berpori kecil. Dalam kondisi ini, kerang mutiara masih bisa bertahan hidup walau makanan dalam partikel yang lebih besar sudah tak ada lagi. Setelah proses ini, kerang mutiara diangkat ke darat (bila operasi dilaksanakan di darat) dan mengalami proses weakening lanjutan di dalam tanki. Mereka ditumpuk bersama sehingga mereka makin lemah akibat konsumsi makanan dan oksigen yang rendah. Bila operasi dilakukan tanpa proses ini, kerang mutiara masih sangat kuat untuk menendang keluar nucleus yang dimasukkan ke dalam gonadnya. Bahkan untuk jenis kerang terbesar P. Maxima, otot mereka sangat kuat bila tak melewati proses weakening sehingga cangkangnya sangat susah dibuka. Pada saat-saat tertentu air dikeluarkan dari tanki sehingga memaksa kerang untuk membuka cangkangnya. Saat kerang membuka cangkang peg (pengganjal) disisipkan diantara kedua cangkang kemudian kerang siap dioperasi. Pada saat tanpa air, kerang akan membuka cangkang sementara mantelnya akan tertarik ke dalam. Hal ini memudahkan kegiatan pegging karena saat ditutupi air kerang akan membuka cangkang namun bagian tepinya akan tertutup mantel, akibatnya apabila dilakukan pengganjalan maka peg akan melukai mantel kerang.

Mutiara hasil budidaya menggunakan prinsip terbentuknya mutiara alami dengan sebuah nucleus sebagai dasar terbentuknya mutiara. Seorang teknisi terlatih akan menyiapkan inti mutiara yang biasanya bulat dan berasal dari cangkang kerang lain dan potongan mantel atau disebut juga saibo yang diambil dari kerang mutiara lain. Pemilihan donor ini mempertimbangkan warna dan kualitas nacre Mother of Pearl-nya (yang terdapat pada bagian sisi dalam cangkang kerang). Awalnya sang teknisi akan membunuh kerang donor dengan hati-hati agar supaya tak menyentuh mantelnya. Bila mantelnya tersentuh, maka mantel akan berkeriput akibat reaksi dari si kerang. Membunuh kerang donor dilakukan dengan menyisipkan pisau di antara dua cangkang dan memotong otot aduktor dari kerang donor. Saat terbelah, kerang didiamkan sampai benar-benar mati sehingga saat bagian mantelnya disentuh dia tak bereaksi lagi. Selanjutnya dipotonglah bagian mantel yang menempel pada kedua cangkang dan mantel tersebutpun dipotong lagi kecil-kecil (kira-kira 3 x 3 mm). Bagian mantel yang dipersiapkan untuk penyisipan disebut saibo, sehingga kerang donor disebut juga kerang saibo. Saat operasi penyisipan, kerang penerima sudah dipegging (ditempatkan pasak antara kedua cangkang). Kerang penerima ini ditempatkan sedemikian rupa agar mudah dioperasi. Shell opener bertugas untuk membuka cangkang lebar-lebar, kemudian teknisi akan mengiris tipis bagian antara gonad dan kaki dari kerang sebagai tempat masuknya inti dan saibo. Ukuran Intipun dipilih sesuai dengan ukuran gonad. Setelah itu intipun dimasukkan se dalam-dalamnya ke dalam gonad kemudian disusul dengan satu lembar saibo. Lembar saibo ini ditempatkan sedemikian rupa agar melekat di inti dengan bagian ectoderm (yang berisi epithelium penghasil nacre) menghadap inti. Karena bila terbalik maka kemungkinan terbentuk mutiara bulat sangat kecil. Setelah itu kerangpun ditempatkan ke keranjang atau panel dan akhirnya dikembalikan ke laut. Teknik operasi dan pasca operasi bervariasi setiap perusahaan mutiara. Pada prinsipnya, dengan menerapkan teknik-teknik tertentu, kerang mutiara tak akan ”menendang” keluar inti yang disisip dan akhirnya bisa menghasilkan mutiara bulat yang berkualitas baik. Proses pemilihan kerang untuk penerima/penghasil mutiara juga mempertimbangkan umur kerang dan masa reproduksinya. Bila kerang dalam masa reproduksi maka gonadnya akan penuh, sehingga dianggap tak cocok untuk disisipkan inti. Kemampuan teknisi akan menentukan kualitas mutiara yang dihasilkan nanti.

foto-foto dari North Bali Pearl Farm, Atlas Pacific

sumber: http://mutiara-mutiara.blogspot.com/2007/01/bagaimana-mutiara-dihasilkan.html

Areal kumpulan kerang mutiara di dunia

Setidaknya ada tiga kawasan yang memiliki kumpulan kerang mutiara laut dan menjadi areal pencarian mutiara alami. Mereka adalah, daerah Teluk Persia, Selat Manaar di Srilanka dan perairan Australia utara. Namun, sebaran kumpulan kerang mutiara laut mulai dari Laut Merah ke arah timur sampai ke Pasifik. Selain ketiga tempat yang terkenal, kawasan kumpulan kerang mutiara juga ditemukan ada di daerah perairan Burma, Selat Malaka, Laut Arafura, Laut Sulu sampai ke perairan Jepang, dan di negara-negara pasifik selatan. Beberapa tempat juga ditemukan di Amerika tengah dan utara seperti di Panama, kepulauan Margarita Venezuela sampai ke perairan Mexico.

Teluk Persia
Kawasan kumpulan mutiara di daerah ini telah dikenal sejak 2000 tahun sebelum masehi. Areal yang paling terkenal adalah di sekitar Bahrain. Areal ini menjadi daerah ekonomis penting bagi masyarakat sekitar sebelum adanya tambang minyak. Jenis kerang mutiara yang tersebar di kawasan ini adalah Pinctada radiata. Perbandingan mutiara yang ditemukan dan jumlah kerang mutiara yang adalah sekitar 1 : 500. Ukuran mutiara yang ditemukan biasanya kurang dari 1 grain (=50 mg), sangat jarang ditemukan mutiara dengan ukuran lebih dari 12 grain. Metode pengumpulan kerang mutiara dilakukan secara tradisional dengan melilitkan tali sebagai penahan dan mereka menyelam dengan tubuh telanjang. Diperkirakan, tradisi menyelam ini tidak memiliki banyak perubahan sejak areal kumpulan kerang mutiara ditemukan. Mereka hanya dibekali penjepit hidung dan tas tali yang digantung di lehernya. Kegiatan penyelaman ini berangsur-angsur menghilang sejak sebelum perang dunia kedua dan berakhir di tahun 1950-an. Kegiatan ini berhenti sejak ladang-ladang minyak ditemukan.

Selat Manar, Srilanka
Tempat ini dikenal kira kira 500 tahun sebelum kawasan di Teluk Persia ditemukan. Selat ini memisahkan antara Dataran India dan Srilanka. Kelompok kerang mutiara di kawasan ini adalah Pinctada radiata. Sejak zaman penjajahan Inggris kontribusi kawasan ini cukup tinggi. Metode penyelaman juga dilakukan secara tradisional dan dalam keadaan telanjang. Sayang sekali, kegiatan penyelaman ini makin berkurang apalagi sejak terjadi pemberontakan di awal tahun 1980 an.

Australia Utara & Indonesia

Kawasan ini merupakan areal tempat hidup kerang mutiara. Sepanjang pantai utara Australia, ke utara di perairan Arafura, Indonesia (Dobo) dan ke arah timur melewati Selat Torres, selat yang memisahkan Australia dan pulau Papua. Titik-titik kumpulan kerang mutiara di daerah ini ditemukan sekitar pertengahan abad ke 19 sampai awal abad ke 20. Jenis kerang pada umumnya adalah Pinctada maxima. Kawasan Dobo adalah kawasan terkenal sehingga mutiara yang dihasilkan dari daerah ini disebut mutiara Dobo. Sementara di kawasan Australia, beberapa titik merupakan areal kumpulan kerang mutiara yang banyak seperti di Shark Bay dan Thursday Island. Jumlah penyelam yang mati di kawasan ini termasuk tinggi, umumnya akibat serangan hiu.

© 2007, N. Gustaf F. Mamangkey
sumber: http://mutiara-mutiara.blogspot.com/2007/02/areal-kkumpulan-kerang-mutiara-di-dunia.html

Budidaya Mutiara Rakyat? Siapa Takut?

Oleh N Gustaf F Mamangkey SPi MSc PhD
(Peneliti Kerang Mutiara; Pengajar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Unsrat)

SEJAK booming mutiara dimulai di awal abad yang lalu, Jepang mendominasi produksi mutiara global. Dimotori Mikimoto sang pemegang paten produksi mutiara budidaya, pasar mutiara merambah Eropah dan Amerika yang terkenal angkuh dengan emas dan berliannya. Pasarpun berkembang merambah belahan dunia lain termasuk Asia. Walau dekat, Asia masuk belakangan mengingat kondisi ekonominya yang belum bangkit di masa revolusi.

Pangsa pasar mutiara memang tak jauh dari kalangan bangsawan. Walau sempat juga merambah para dukun yang menggunakan mutiara sebagai bahan obat di abad mula-mula, namun toh tak melampaui posisi mutiara sebagai benda perhiasan di era selanjutnya. Kalangan bangsawanlah yang mengangkat nilai mutiara bersanding dengan bahan perhiasan kelas atas lainnya bahkan melebihinya.

Selain sebagai perhiasan, nilai lebih mutiara adalah sebagai lambang kesetiaan dan kelembutan. Bahkan mutiara sempat berjaya di abad pertengahan sebelum ditemukannya gugusan deposit berlian di Brasil pada abad ke-17. Walaupun demikian, toh mutiara bangkit lagi di awal abad 20 setelah metode budidayanya ditemukan.

Namun pangsa pasarpun akhirnya bergeser. Dunia pencinta perhiasan memaklumkan diri bahwa penguasa kerajaan bukanlah satu-satunya yang bisa mengklaim sebagai pengguna mutlak perhiasan mutiara. Kesetiaan bukan hanya ada di kalangan bangsawan saja. Kesetiaan ada di setiap nurani yang mengagungkannya! Dan, mutiara adalah lambangnya. Mungkin itulah yang memicu Mikimoto membawanya keluar Jepang. Keluar dari kurungan para nobleman.
Namun di balik glamour-nya ternyata mutiara banyak menyimpan rahasia budidayanya. Mengapa bisnis budidaya mutiara terlihat kurang sexy di kalangan masyarakat kecil Indonesia? Mengapa produksi mutiara sepertinya hanya buat pemodal besar sehingga mengaminkan pemeo: "hasil besar hanya untuk pemodal besar?"

RISIKO BUDIDAYA TINGGI

Pebisnis biasanya main aman. Hanya sedikit yang keluar dari lingkaran 'aman'. Walaupun potensial, mutiara dianggap memiliki risiko usaha yang tinggi. Di samping tidak menentunya kondisi laut sebagai salah satu masalah utama bagi pebudidaya di laut, budidaya mutiara juga memiliki risiko tak balik modal tinggi mulai dari masalah durasi usaha dan kesalahan penyisipan inti mutiara sampai pada pemanenannya. Dengan demikian usaha ini sering dijauhi the non risk-takers.

Masalah khusus spesifik budidaya mutiara bisa dikategorikan dalam masalah budidaya, pemasaran dan kebijakan. Masalah budidaya mencakup: pertama, masalah yang diakibatkan kesalahan pada proses operasi yang bisa mengakibatkan kematian kerang massal dan rendahnya jumlah kerang yang menghasilkan mutiara. Kedua, adalah lamanya masa panen (sampai 2 tahun) yang mengakibatkan ongkos operasi yang tinggi tanpa pemasukan. Hal ini berlaku khusus untuk spesies yang umum dibudidayakan di Indonesia, Pinctada maxima.
Masalah pemasaran mutiara diwarnai dengan aksi kartel mutiara dunia yang memonopoli pembelian (dan sekaligus) mengontrol harga mutiara. Kondisi ini susah ditembus oleh rakyat kecil. Permainan tingkat tinggi ini telah dikondisikan sedemikian rupa sejak Jepang dijadikan dari pusat teknologi dan pemasaran mutiara. Walaupun kiblat pasar mutiara saat ini bergeser ke China namun tetap saja aksi monopoli tak tertepis. Hanya perusahaan besar atau mereka yang bernaung di bawah bendera perusahaan besar saja yang memiliki akses penjualan dengan harga 'layak'.

Sedangkan masalah kebijakan adalah seperti kebijakan negara Jepang yang disebut Diamond Policy yang di antaranya mengakibatkan mahalnya operator penyisip inti mutiara karena dimonopoli orang Jepang. Kebijakan ini memang secara legal telah berakhir di era 1980-an namun pada prakteknya masih dijalankan banyak perusahaan budidaya mutiara negara ini, di dalam maupun di luar Jepang. Bila sang operator penyisip tak memiliki kemampuan yang memadai, kerugian akibat kesalahan penyisipan tak bisa dihindari. Sayang sekali, kerugian ini tak bisa segera diperbaiki mengingat waktu tunggu hasil yang lama.
SIAPA TAKUT?
Ketiga masalah spesifik budidaya mutiara di atas bukannya tanpa celah pemecahan. Masalah budidaya sepertinya terlalu ringan untuk dipecahkan. Pelatihan budidaya yang intensif dengan sistem magang atau penyuluhan dan pendampingan ahli dapat mengatasi masalah ini. Namun masalah pemasaran dan kebijakan yang berimplikasi pada ketersediaan penyisip inti handal yang lebih diperhitungkan. Perusahaan mutiara besar dunia yang berekspansi di Indonesia bisa dijadikan Bapak Asuh sebagai pemecahan masalah pemasaran. Kondisi ini tentu saja dibutuhkan campurtangan pemerintah sebagai fasilitator. Hal yang sama juga dilakukan untuk mengatasi kelangkaan penyisip inti mutiara. Beberapa perusahaan mutiara (umumnya selain milik Jepang) telah melakukan training penyisip mutiara.

Sebuah profesi yang sangat mahal namun berisiko. Karena di tangan merekalah urat nadi bisnis ini. Cara lain mengatasi kelangkaan penyisip untuk skala usaha kecil adalah dengan berkongsi bersama untuk menyewa penyisip handal. Hal ini sudah dilakukan di beberapa negara Pasifik Selatan.
Bisnis mutiara rakyat bisa menjadi usaha rumah tangga. Koperasi yang sudah ada akan menjadi wahana pemersatu antar kelompok yang nantinya berimbas pada kokohnya bisnis ini. Peran koperasi akan menyentuh mulai dari suplai bibit, pemeliharaan, ketersediaan pasar bahkan sampai pada ketersediaan penyisip inti mutiara handal yang menjadi momok para pelaku bisnis ini. Usaha mutiara skala rumah tangga ini bukan tanpa bukti. Jepang dan China sudah membuktikannya! Mengapa Indonesia tidak?#

sumber: http://mdopost.com/news2009/index.php?option=com_content&view=article&id=11203:budidaya-mutiara-rakyat-siapa-takut-&catid=36:opini&Itemid=66