Jual Produk Mutiara dari Lombok, Nusa Tenggara Barat

Kami menjual aneka produk berhiaskan mutiara air laut dan mutiara air tawar dengan harga murah. Kami bisa mengirimkan pesanan ke seluruh Indonesia.

Toko Online terpercaya www.iloveblue.netToko Online terpercaya www.iloveblue.net

Toko Online terpercaya www.iloveblue.netToko Online terpercaya www.iloveblue.net
Toko Online terpercaya www.iloveblue.net

Friday 4 December 2009

Analisa Singkat Peluang dan Tantangan Budidaya Tiram Mutiara di Sumbawa

Oleh : Dedi Syafikri
Magister Perencanaan dan Pengelolaan Sumberdaya Kelautan
Universitas Diponegoro

A. Peluang dan Manfaat

Kabupaten Sumbawa sebagai salah satu daerah dari sembilan kabupaten/kota yang berada di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Barat terletak di ujung barat Pulau Sumbawa, pada posisi 116" 42' sampai dengan 118" 22' Bujur Timur dan 8” 8' sampai dengan 9” 7' Lintang Selatan serta memiliki luas wilayah 6.643,98 Km2.
Berbicara mengenai potensi kelautan, dapat dikatakan bahwa kabupaten Sumbawa memiliki segalanya baik berupa sumberdaya yang dapat pulih (renewable-resourcer) berupa ikan, rumput laut, tiram mutiara, karang, lamun, mangrove bahkan sampai jenis mikroba laut. Sumberdaya yang tidak dapat pulih (unrenewable-resources) berupa minyak bumi, gas alam dan mineral lainnya yang terkandung di bawah dasar laut, energi kelautan (OTEC) serta jasa lingkungan berupa pariwisata dan transportasi pelayaran.
Kekayaan sumberdaya kelautan yang dimiliki Kabupaten Sumbawa saat ini kiranya sudah cukup menjadi suatu alasan untuk mulai merubah cara pandang pemerintah, masyarakat serta pelaku bisnis di wilayah tersebut, bahwasanya kesejahteraan masyarakat, kesetabilan politik dan pemerintahan yang didukung oleh kekuatan perekonomi yang kuat akan dapat diraih jika kita mampu memberdayakan segala potensi yang dimiliki daerah terutama potensi wilayah pesisir dan laut sebagai salah satu kekuatan ekonomi dan politik yang baru.
Selain mengembangkan sektor pariwisata dan perikanan tangkap pemerintah Kabupaten Sumbawa saat ini juga sedang mengalakkan sektor perikanan budidaya yang salah satunya adalah industri budidaya tiram mutiara yang memiliki potensi lahan budidaya seluas  5.700 Ha. Banyaknya teluk dan kualitas air yang relatif baik dan cenderung masih alami serta masih jauh dari unsur kontaminan sebagaimana yang terjadi di perairan Pulau Jawa memungkinkan perairan utara dan selatan Sumbawa memiliki peluang yang besar dalam pengembangan usaha budidaya tiram mutiara ini.
Menurut sumber data yang kami peroleh dari DKP setempat bahwa pada tahun 2005 potensi tersebut baru termanfaatkan sekitar 29,6% atau sekitar  1.688 Ha dengan total produksi sebesar 225,8 Kg. Tahun 2005 jumlah perusahaan swasta yang bergerak pada usaha budidaya mutiara di Kabupaten Sumbawa adalah sebanyak 18 perusahaan (seluruhnya perusahaan swasta) yang tersebar di 5 kecamatan diantaranya Kecamatan Alas, Labuhan Badas, Moyo Hilir, Lape Lopok dan Kecamatan Plampang dengan total investasi sebesar Rp. 17.356.409.000,-. Artinya jika dirata-ratakan maka masing-masing perusahaan menginvestasikan dana sebesar  Rp.964.244.944,-. Pada tahun 2008 tingkat pemanfaatan area budidaya mutiara di kabupaten Sumbawa mengalami peningkatan menjadi 1.950 Ha atau setara dengan 34% dari total potensi yang ada (5.700 Ha). Begitupula dengan jumlah produksinya juga meningkat dari 225,8 Kg menjadi 359,3 Kg. Namun lain halnya dengan jumlah perusahaan yang beroprasi justru mengalami penurunan yaitu menjadi 16 perusahaan yang sebelumnya tahun 2005 mencapai 18 perusahaan (Tabel 1). Hal yang menarik lainnya adalah bahwa saat ini pulau Bungin adalah salah satu penghasil bibit indukan mutiara terbaik di Indonesia.

Tabel 1. Jumlah Usaha Budidaya Mutiara dan Produksi Mutiara
di Rinci Per Kecamatan

No

Kecamatan

Potensi

Luas

( Ha )

Jumlah

Pengusaha

Pendayagunaan

Tahun 2007

Persentase

Pemanfaatan

( %)

Luas

( Ha )

Produksi

( Kg )

1

Lunyuk

-

-

-

-

-

2

Alas

200

1

117

10.2

59

3

Alas Barat

1000

1

315

56.2

32

4

Buer

-

-

-

-

-

5

Utan

800

4

602

93.5

75

6

Rhee

400

2

237

44.4

59

7

Batu Lanteh

-

-

-

-

-

8

Sumbawa

-

-

-

-

-

9

Untir Iwis

-

-

-

-

-

10

Lab. Badas

500

2

80

26.4

16

11

Moyo Hilir

500

1

80

18.8

16

12

Moyo Utara

300

-

-

-

-

13

Moyo Hulu

-

-

-

-

-

14

Ropang

-

-

-

-

-

15

Lape /Lopok

500

2

239

45.4

48

16

Maronge

-

-

-

-

-

17

Plampang

700

1

159

33.8

23

18

Labangka

300

1

121

30.6

40

19

Empang

-

-

-

-

-

20

Tarano

500

1

-

-

-


Jumlah

5700

16

1950

359.3

34

Sumber : Seksi Budidaya Dislutkan 2008

Jika kita merujuk pada analisa keuangan mengenai besarnya nilai investasi yang dijadikan sebagai dasar oleh Bank Indonesia dalam pemberian bantuan modal dalam bidang usaha budidaya mutiara di Indonesia (Tabel 2) dan biaya oprasional budidaya (tabel 3) maka kita dapat memperkirakan besarnya keuntungan yang didapat baik oleh pihak pembudidaya/investor maupun pemerintah daerah dalam hal ini pemkab Sumbawa.

Tabel 2. Investasi Budidaya Tiram Mutiara

Jenis Investasi

Nilai (Rp)

Penyusutan (Rp)

Perijinan

25.000.000

Sewa tanah

75.000.000

15.000.000

Kontruksi tambak

59.700.000

16.500.000

Peralatan Budidaya Mutiara

110.100.000

22.260.000

Bangunan

156.000.000

31.200.000

Jumlah

425.800.000

84.960.000

Sumber dana investasi:

a. Kredit

70 %

298.060.000

b. Dana sendiri

30 %

127.740.000

Sumber : http://www.bi.go.id/sipuk/id

Tabel 3. Biaya Operasional Budidaya Tiram Mutiara

No

Jenis Biaya

Nilai

1

Biaya pembelian spat dan nukleus

52.500.000

2

Biaya tenaga kerja tetap

450.000.000

3

Biaya tenaga kerja tidak tetap

82.125.000

4

Biaya tenaga keamanan

648.000.000

5

Biaya bola lampu sorot

1.500.000

6

Biaya Operasional dan lain-lain

268.406.250

Jumlah

1.502.531.250

Sumber : http://www.bi.go.id/sipuk/id

Biasanya dalam satu siklus atau periode budidaya tiram mutiara berlansung selama 5 tahun dan baru dapat berproduksi mulai pada tahun ke-3, sebab mutiara baru dapat dioprasi (proses penyuntikan/pemasukan nucleus/inti mutiara) setelah tiram tersebut berumur 1,5-2 tahun atau pada ukuran 9-10 cm. Sebagai patokan untuk perusahaan budidaya tiram mutiara bersekala kecil dan menengah dengan besaran rata-rata investasi dan biaya oprasional sebagaimana tertera pada Tabel 1 dan 2 di atas, kemudian kapasitas oprasi sebanyak 5.000 tiram mutiara, dengan menghitung angka/tingkat kegagalan sebesar 50% dan harga rata-rata mutiara 400.000 per gram maka akan diperoleh keuntungan  Rp.1.750.000.000 per tahunnya atau 5,25M selama 1 periode budidaya (5 Th) dengan 3 kali masa produksi (http://www.bi.go.id/sipuk/id). Padahal rarata-rata perusahaan mutiara membutuhkan setidaknya 10.000-30.000 tiram untuk di budidayakan. Artinya keuntungan bisa saja di tingkatkan menjadi 2 sampai dengan 6 kalinya untuk setiap perusahaan.
Sementara itu keuntungan yang bisa didapatkan oleh daerah dalam hal ini Kabupaten Sumbawa dapat di golongkan ke dalam 2 aspek yaitu :

a. Pertama aspek ekonomi,
Keberadaan industri budidaya mutiara ini akan membuka lapangan kerja baru sehingga diharapkan akan mampu menekan angka pengangguran sekaligus menambah jumlah pendapatan penduduk khususnya masyarakat di sekitar lokasi budidaya tersebut, bertambahnya sumber pendapan asli daerah (PAD) yang diperoleh dari nilai investasi, perijinan, pajak dan retrebusi serta bertambahnya jenis komuditas asli daerah. Salah satu sifat dari industri di sektor kelautan dan perikanan adalah bahwasanya industri ini memiliki keterkaitan (backward and forward linkage) yang kuat dengan industri-industri lainnnya. Untuk itu keberadaan industri budidaya tiram mutiara ini juga akan menggerakkan sektor industri lain yang ada di Sumbawa sehingga akan memacu pertumbuhan dan perputaran roda perekonomian di daerah tersebut.

b. Kedua aspek social
Perkembangan usaha budidaya tiram mutiara di Kabupaten Sumbawa memberikan keuntungan bagi kehidupan masyarakat di sekitar lokasi budidaya. Keuntungan yang diperoleh diantaranya adalah kesempatan kerja yang tersedia dan peningkatan kesejahteraan. Keberadaan usaha budidaya tiram mutiara juga akan membuka wawasan, meningkatkan gairah dan sifat kewirausahaan masyarakat dalam usaha dibidang perikanan dan kelautan sebagai suatu alternative baru dalam membangun kekuatan ekonomi masyarakat dan daerah, serta memberi pandangan baru sekaligus pengaruh pada kultur dan kebiasaan sebagian besar masyarakat Sumbawa yang selama ini perekonomiannya banyak bertumpu pada sektor pertanian, perkebunan dan peternakan.


B. Tantangan

Jika kita melihat sepintas besarnya nilai keuntungan yang bisa didapatkan melalui usaha budidaya tiram mutiara ini memang sangat menggiurkan, namun dibalik keuntungan yang besar tersebut terdapat berbagai macam tantangan yang memang harus kita hadapi sebagai seorang pembudidaya ataupun investor yang mungkin saja bisa berubah menjadi hambatan dan ancaman keberhasilan usaha budidaya tersebut.
Setidaknya ada 3 aspek pokok yang sangat mempengaruhi kelancaran dan keberhasilan usaha budidaya ini diantaranya;

1. Aspek Kebutuhan Modal Usaha
Modal merupakan hal yang sangat pokok dalam kita melakukan suatu usaha terlebih usaha yang mengandung beban resiko yang relative tinggi sebagaimana halnya budidaya tiram mutiara. Dalam usaha ini setidaknya pengusaha ataupun investor harus menyediakan dana sekitar 750 juta sampai dengan 1 Miliar untuk dapat mengelola sebanyak 10.000 tiram yang akan dibudidayakan. Jumlah ini memang tergolong besar terlebih lagi jika dilakukan oleh nelayan atau masyarakat pesisir yang ada di sepanjang pantai utara dan selatan kabupaten Sumbawa.

2. Aspek Pemasaran

a. Penawaran
Jumlah produksi mutiara untuk setiap musim panen, tidak terdata dan terdokumentasi dengan baik. Hal ini dikarenakan panen mutiara tidak berlangsung secara bersamaan antara perusahaan yang satu dengan perusahaan lainnya. Selain itu lamanya rentang waktu yang dibutuhkan dari proses pembesaran sampai pada tahap penyuntikan yaitu kurang lebih 1,5 s/d 2 tahun mengakibatkan tiram mutiara tersebut baru dapat dipanen untuk pertama kalinya pada tahun ke-3. Alasan lain yang tidak kalah penting adalah, sistem pemasaran hasil budidaya mutiara ini dilakukan dengan sistem pemasaran secara individu kepada orang asing. Transaksi itu seringkali dilakukan tidak di daerah tempat asal mutiara itu di budidayakan. Hal ini saya rasa terjadi tidak hanya di Sumbawa ataupun NTB namun berlaku di seluruh daerah yang memiliki potensi pemanfaatan budidaya tiram mutiara di Indonesia. Hal ini sepertinya sudah menjadi sebuah sindikat penjualan mutiara sehingga agak sulit bagi kita untuk mendata berapa jumlah hasil produksi ataupun kemana produksi itu di pasarkan. Sebagaimana yang terjadi di beberapa perusahaan yang ada di Indonesia, terutama di NTB yang menjadi sentra mutiara nasional.

b. Harga
Harga mutiara sangat fluktuatif tergantung pada kualitas dan bentuk dari mutiara yang dihasilkan. semakin baik kualitasnya maka harganyapun semakin tinggi. Untuk jenis Round (bundar sempurna) dan Semi round (agak bundar) untuk kualitas A dapat mencapai harga 40 sampai 50 US $. Bahkan dalam situs www.balipos.com menyebutkan harga jual mutiara kualitas baik berkisar antara 100 sampai dengan 200 US$. Untuk jenis lain, seperti Drop (bentuk tetesan air), Oval (lonjong), dan Barok (bentuk tidak beraturan) harganya sangat bervariatif, rata-rata saat ini adalah US $ 20. Selain itu harga mutiara juga sangat tergantung pada perubahan kurs yang terjadi, karena harga mutiara dari pengusaha budidaya kepada pedagang besar dari dalam dan luar negeri biasanya dalam bentuk dolar Amerika.

c. Pemasaran
Secara umum, kegiatan pemasaran hasil budidaya tiram mutiara ini hampir tidak menemui kendala yang berarti mengingat sistem pemasaran yang selama ini terjadi adalah dimana pembeli baik yang berasal dari dalam ataupun luar negeri biasanya menjadi pelanggan tetap dan siap menampung atau menerima mutiara hasil produksi ansalkan sesuai dengan kualitas yang di tetapkan. Mutiara yang dihasilkan, terutama hasil budidaya perusahaan menengah dan besar sudah dapat dipastikan terserap pasar, baik dalam ataupun luar negeri terutama Jepang, Amerika dan Eropa.

3. Asspek Produksi

a. Teknologi
Untuk menghasilkan kualitas mutiara yang baik, maka penggunaan atau penerapan teknologi menjadi suatu hal yang wajib diperhatikan. Memang saat ini di Indonesia terlebih lagi para pembudidaya di Sumbawa penggunaan teknologi dalam bidang budidaya tiram mutiara masih tergolong sederhana jika dibandingkan di Negara lain misalnya Jepang dan Australia. Dalam budidaya ini biasanya pembudidaya menggabungkan teknologi sederhana dan juga moderen. Teknologi sederhana biasanya diterapkan pada peralatan, perlengkapan lapangan misalnya keramba apung dan metode long line. Sementara teknologi moderen dapat kita lihat pada jenis peralatan dan teknik-teknik yang di gunakan di laboratorium khususnya peralatan dan perlengkapan penyuntikan (oprasi).


b. Tenaga Kerja
Salah satu hal pokok yang menentukan baik buruknya kualitas biji mutiara yang dihasilkan adalah penggunaan teknik dan cara penyuntikan nucleus (inti) dari mutiara itu sendiri. Untuk itu biasanya dalam proses penyuntikan ini dilakukan oleh tenaga professional yang memiliki keahlian dan keterampilan khusus di bidang tersebut. Sampai saat ini sebagian besar tenaga penyuntikan yang ada berasal dari luar negeri biasanya Jepang dan Australia. Sedangkan untuk tenaga oprasional lapangan dan keamanan biasanya dilakukan oleh tenaga kerja local.

c. Kendala Produksi
Masalah klasic dalam budidaya tiram mutiara adalah hasil panennya yang tidak seragam, bentuk, warna dan ukurannya sangat bervariatif ada yang bulat, oval, kuning keemasan, keperakan, ada yang besar dan adapula yang kecil. Selain itu masalah diluar teknis yang sering kali merugikan atau bahkan mengakibatkan perusahaan gulung tikar adalah pencurian. Contoh kasus bangkrutnya perusahaan mutiara di Labuhan Padi kecamatan Utan.

C. Masalah Dan Ancaman

Dalam usaha budidaya tiram mutiara ini selain membutuhkan modal usaha dan prospek keuntungan yang besar, terynata masih menyimpan masalah dan juga ancaman yang besar pula yang sampai saat ini masih belum dapat ditangani dan dipecahkan dengan baik.

a. Pencurian dan Prampokan
Indahnya Kilauan mutiara serta besarnya keuntungan yang dapat diperoleh dari usaha ini ternyata sebanding dengan resiko yang harus dihadapi oleh para pembudidaya. Harganya yang mahal dan lokasi budidayanya yang relative terbuka mengakibatkan usaha ini sangat rentan terhadap pencurian dan perampokan, terlebih lagi jika system pengamanan yang diterapkan masih sangat sederhana. Selama ini kasus pencurian dan perampokan inilah yang menjadi penyebab utama kebangkrutan beberapa perusahaan mutiara yang beroprasi di kabupaten Sumbawa, sebagaimana contoh kasus yang menimpa salah satu perusahaan mutiara yang ada di Labuhan Padi Kec. Utan Sumbawa. Masalah ini pula yang menjadi ancaman serius begi kebrlansungan usaha budidaya tiram mutiara di kabupaten Sumbawa dan jika masalah ini tidak segera di atasi maka cepat atau lambat dipastikan usaha atau industri budidaya tiram mutiara di Sumbawa dan juga NTB umumnya akan musnah.

b. Standar Kualitas dan Mutu Mutiara
Belum jelasnya standart kualitas mutiara itu sendiri, dengan kata lain patokan standar dalam menentukan kualitas mutiara belum jelas. Masing-masing perusahaan penghasil mutiara memiliki standar kualitas yang berbeda, begitupula dengan para pembeli (konsumen). Penentuan kualitas mutiara ini tergolong sangan subjektif karma masih tergantung pada individu baik itu perusahaan penghasil maupun para pembeli. Hal ini pada akhirnya akan berpengaruh pada standar nilai jual dari mutiara itu sendiri.

c. Harga Mutiara yang Fluktuatif
Harga mutiara yang stara atau bahkan jauh melebihi harga jual emas ternyata selama ini belum memiliki sertifikat dan kartu tanda asal (KTA). Hal ini tentunya akan sedikit menyulitkan terutama bagi para konsumen dan kolektor yang ingin memperdagangkan kembali mutiara tersebut. Maka seringkali timbul pertanyaan mengenai kemurnian, kualitas dan dari mana mutiara tersebut berasal. Padahal pertanyaan-pertanyaan tersebut akan sangat menentukan harga dari sebutir mutiara. Bahkan bila ditijau dari segi keamananpun sang pemilik mutiara kadang tidak memiliki bukti otentik yang menguatkan dari barang kepemilikannya manakala barang tersebut berpindah tangan.

d. Aspek Ekologi Lingkungan
Proses penangkapan ikan yang tidak bersahabat dan mencemari lingkungan perairan misalnya penggunaan bahan peledak dan beracun oleh para nelayan setempat akan mengakibatkan rusak dan tercemarnya ekosistem perairan yang pada akhirnya akan memberi pengaruh baik secara morfologi, fisiologi serta reproduksi dari tiram mutiara yang dibudidayakan di wilayah perairan tersebut. Dampaknya tentu pada kualitas dan juga kuantitas dari mutiara yang dihasilkan, bahkan lebih jauh lagi sampai pata taraf kematian masal. Selain itu perairan yang sudah tercemar tentunya tidak dapat digunakan untuk lokasi budidaya dan membutuhkan waktu yang relative lama untuk bisa merecovery diri sehingga perairan tersebut dapat digunakan lagi. Masalah lain yang mungkin akan timbul adalah jika pemanfaatan bibit atau benih indukan mutiara semata-mata mengandalkan atau berasal dari alam tanpa adanya upaya pembibitan dan konservasi, maka dikhawatirkan akan terjadi penurunan stock spesies tiram mutiara (Pinctada maxima) di alam sehingga mengganggu keseimbangan ekologis biota dan ekosistem perairan.

e. Keterbatasan dalam Mengakses Data
Sifat tertutup, tidak kooperatif dan tidak adanya tranparansi dari pihak pembudidaya atas hasil produksi, jumlah penjualan dan data-data lainnya kepada pemerintah setempat menambah panjang daftar permasalahan dalam upaya pengelolaan dan pengembangan usaha ini. Akibatnya pemerintah sulit melakukan control, bimbingan, pengawasan dan kerjasama dengan pihak pembudidaya. Pemerintah juga sulit memprediksi besarnya nilai pajak dan retrebusi yang menjadi hak atau pendapatan daerah. Selain itu pemerintah akan mengalami kesulitan dalam melakukan evaluasi terhadap tingkat keberhasilan dan maju mundurnya usaha budidaya sehingga pada akhirnya berdampak pada bentuk kebijakan yang dihasilkan yang nantinya akan berpengaruh pada aktivitas usaha budidaya tersebut. Aktifitas budidaya mutiara di Sumbawa sudah berjalan cukup lama, namun karena keterbatasan data dan informasi dari pihak pembudidaya maka besaran kontribusi dari sector ini yang dapat disumbangkan dan dirasakan manfaatnya oleh daerah baik secara lansung ataupun tidak belum dapat teridentifikasi, terukur, dan terhitung dengan jelas, misalnya berapa pendapatan daerah yang diperoleh dari pajak, perijinan dan retrebusi tiap taunnya, termasuk berapa besar pengaruhnya pada tingkat kesejahteraan masyarakat Sumbawa khususnya yang berdomisili di sekitar area budidaya tersebut.

D. Penutup

Dengan melihat ketersediaan potensi lahan dan lingkungan, bididaya tiram mutiara di kabupaten Sumbawa sangat layak untuk dikembangkan dan berpotensi besar untuk dapat menjadi sumber pertumbuhan dan kekuatan ekonomi yang baru bagi daerah dan juga masyarakat Sumbawa yang selama ini terfokuskan pada usaha pertanian, perkebunan dan peternakan. Untuk itu dibutuhkan perhatian khusus dari semua pihak khususnya pemerintah setempat untuk dapat menjalin komunikasi dan kerjasama yang baik dengan pihak investor atau pembudidaya, masyarakat dan juga akademisi guna mencari jalan keluar dari berbagai macam ancaman dan permasalahan yang ada sehingga tercipta iklim usaha yang kondusif.
Untuk masa yang akan datang, budidaya mutiara ini sangat prospektif, karena permintaan produk mutiara baik dari dalam maupun luar negeri, terutama Jepang, Amerika dan negara Eropa bersifat tidak terbatas. Untuk mengakomodir permintaan pasar tersebut selain memanfaatkan sisa potensi lahan yang masih belum termanfaatkan secara optimal, juga perlu dilakukan modifikasi dan juga penerapan IPTEK dalam hal ini bioteknologi mutakhir agar dapat diperoleh keseragaman bentuk maupun keseragaman kualitas mutiara hasil budidaya dan mengurangi risiko kegagalan panen.

Demikian uraian ini mudah-mudahan bermanfaat bagi yang membutuhkan.

sumber: http://www.sumbawanews.com/berita/opini/analisa-singkat-peluang-dan-tantangan-budidaya-tiram-mutiara-di-sumbawa.html

No comments:

Post a Comment