Jual Produk Mutiara dari Lombok, Nusa Tenggara Barat

Kami menjual aneka produk berhiaskan mutiara air laut dan mutiara air tawar dengan harga murah. Kami bisa mengirimkan pesanan ke seluruh Indonesia.

Toko Online terpercaya www.iloveblue.netToko Online terpercaya www.iloveblue.net

Toko Online terpercaya www.iloveblue.netToko Online terpercaya www.iloveblue.net
Toko Online terpercaya www.iloveblue.net

Friday 4 December 2009

Budidaya Mutiara Rakyat? Siapa Takut?

Oleh N Gustaf F Mamangkey SPi MSc PhD
(Peneliti Kerang Mutiara; Pengajar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Unsrat)

SEJAK booming mutiara dimulai di awal abad yang lalu, Jepang mendominasi produksi mutiara global. Dimotori Mikimoto sang pemegang paten produksi mutiara budidaya, pasar mutiara merambah Eropah dan Amerika yang terkenal angkuh dengan emas dan berliannya. Pasarpun berkembang merambah belahan dunia lain termasuk Asia. Walau dekat, Asia masuk belakangan mengingat kondisi ekonominya yang belum bangkit di masa revolusi.

Pangsa pasar mutiara memang tak jauh dari kalangan bangsawan. Walau sempat juga merambah para dukun yang menggunakan mutiara sebagai bahan obat di abad mula-mula, namun toh tak melampaui posisi mutiara sebagai benda perhiasan di era selanjutnya. Kalangan bangsawanlah yang mengangkat nilai mutiara bersanding dengan bahan perhiasan kelas atas lainnya bahkan melebihinya.

Selain sebagai perhiasan, nilai lebih mutiara adalah sebagai lambang kesetiaan dan kelembutan. Bahkan mutiara sempat berjaya di abad pertengahan sebelum ditemukannya gugusan deposit berlian di Brasil pada abad ke-17. Walaupun demikian, toh mutiara bangkit lagi di awal abad 20 setelah metode budidayanya ditemukan.

Namun pangsa pasarpun akhirnya bergeser. Dunia pencinta perhiasan memaklumkan diri bahwa penguasa kerajaan bukanlah satu-satunya yang bisa mengklaim sebagai pengguna mutlak perhiasan mutiara. Kesetiaan bukan hanya ada di kalangan bangsawan saja. Kesetiaan ada di setiap nurani yang mengagungkannya! Dan, mutiara adalah lambangnya. Mungkin itulah yang memicu Mikimoto membawanya keluar Jepang. Keluar dari kurungan para nobleman.
Namun di balik glamour-nya ternyata mutiara banyak menyimpan rahasia budidayanya. Mengapa bisnis budidaya mutiara terlihat kurang sexy di kalangan masyarakat kecil Indonesia? Mengapa produksi mutiara sepertinya hanya buat pemodal besar sehingga mengaminkan pemeo: "hasil besar hanya untuk pemodal besar?"

RISIKO BUDIDAYA TINGGI

Pebisnis biasanya main aman. Hanya sedikit yang keluar dari lingkaran 'aman'. Walaupun potensial, mutiara dianggap memiliki risiko usaha yang tinggi. Di samping tidak menentunya kondisi laut sebagai salah satu masalah utama bagi pebudidaya di laut, budidaya mutiara juga memiliki risiko tak balik modal tinggi mulai dari masalah durasi usaha dan kesalahan penyisipan inti mutiara sampai pada pemanenannya. Dengan demikian usaha ini sering dijauhi the non risk-takers.

Masalah khusus spesifik budidaya mutiara bisa dikategorikan dalam masalah budidaya, pemasaran dan kebijakan. Masalah budidaya mencakup: pertama, masalah yang diakibatkan kesalahan pada proses operasi yang bisa mengakibatkan kematian kerang massal dan rendahnya jumlah kerang yang menghasilkan mutiara. Kedua, adalah lamanya masa panen (sampai 2 tahun) yang mengakibatkan ongkos operasi yang tinggi tanpa pemasukan. Hal ini berlaku khusus untuk spesies yang umum dibudidayakan di Indonesia, Pinctada maxima.
Masalah pemasaran mutiara diwarnai dengan aksi kartel mutiara dunia yang memonopoli pembelian (dan sekaligus) mengontrol harga mutiara. Kondisi ini susah ditembus oleh rakyat kecil. Permainan tingkat tinggi ini telah dikondisikan sedemikian rupa sejak Jepang dijadikan dari pusat teknologi dan pemasaran mutiara. Walaupun kiblat pasar mutiara saat ini bergeser ke China namun tetap saja aksi monopoli tak tertepis. Hanya perusahaan besar atau mereka yang bernaung di bawah bendera perusahaan besar saja yang memiliki akses penjualan dengan harga 'layak'.

Sedangkan masalah kebijakan adalah seperti kebijakan negara Jepang yang disebut Diamond Policy yang di antaranya mengakibatkan mahalnya operator penyisip inti mutiara karena dimonopoli orang Jepang. Kebijakan ini memang secara legal telah berakhir di era 1980-an namun pada prakteknya masih dijalankan banyak perusahaan budidaya mutiara negara ini, di dalam maupun di luar Jepang. Bila sang operator penyisip tak memiliki kemampuan yang memadai, kerugian akibat kesalahan penyisipan tak bisa dihindari. Sayang sekali, kerugian ini tak bisa segera diperbaiki mengingat waktu tunggu hasil yang lama.
SIAPA TAKUT?
Ketiga masalah spesifik budidaya mutiara di atas bukannya tanpa celah pemecahan. Masalah budidaya sepertinya terlalu ringan untuk dipecahkan. Pelatihan budidaya yang intensif dengan sistem magang atau penyuluhan dan pendampingan ahli dapat mengatasi masalah ini. Namun masalah pemasaran dan kebijakan yang berimplikasi pada ketersediaan penyisip inti handal yang lebih diperhitungkan. Perusahaan mutiara besar dunia yang berekspansi di Indonesia bisa dijadikan Bapak Asuh sebagai pemecahan masalah pemasaran. Kondisi ini tentu saja dibutuhkan campurtangan pemerintah sebagai fasilitator. Hal yang sama juga dilakukan untuk mengatasi kelangkaan penyisip inti mutiara. Beberapa perusahaan mutiara (umumnya selain milik Jepang) telah melakukan training penyisip mutiara.

Sebuah profesi yang sangat mahal namun berisiko. Karena di tangan merekalah urat nadi bisnis ini. Cara lain mengatasi kelangkaan penyisip untuk skala usaha kecil adalah dengan berkongsi bersama untuk menyewa penyisip handal. Hal ini sudah dilakukan di beberapa negara Pasifik Selatan.
Bisnis mutiara rakyat bisa menjadi usaha rumah tangga. Koperasi yang sudah ada akan menjadi wahana pemersatu antar kelompok yang nantinya berimbas pada kokohnya bisnis ini. Peran koperasi akan menyentuh mulai dari suplai bibit, pemeliharaan, ketersediaan pasar bahkan sampai pada ketersediaan penyisip inti mutiara handal yang menjadi momok para pelaku bisnis ini. Usaha mutiara skala rumah tangga ini bukan tanpa bukti. Jepang dan China sudah membuktikannya! Mengapa Indonesia tidak?#

sumber: http://mdopost.com/news2009/index.php?option=com_content&view=article&id=11203:budidaya-mutiara-rakyat-siapa-takut-&catid=36:opini&Itemid=66

No comments:

Post a Comment